Senin, 30 Juni 2014

Bab 6 - Karaoke Yang Madesu


[Bagian 1]
Pertanyaan Yoga :
Makanan apa yang harus kubeli yah?

Marina    : Apa saja boleh, yang penting enak dan bergizi.
Yoga      : Bisa lebih spesifik lagi, Marina?

Gina       : Mungkin yang mengandung 5 sehat 4 sempurna.
Yoga      : Gina, apa kau tak salah bicara?

Keisha    : …Nasi.
Yoga      : Aku tahu kalau ada beberapa orang yang menganggap nasi adalah side dish, tapi aku akan terlalu banyak menumpuk karbonhidrat kalau aku hanya makan dengan nasi saja…

Saat diperjalanan pulang, aku sempat membeli makanan bungkus untuk makan malam. Entah kenapa hari ini aku membeli dua bungkus makanan, padahal aku tidak benar-benar lapar. Tak apalah, aku simpan saja buat besok, atau aku berikan saja pada anjing tetangga.
Saat sedang berjalan pulang, aku melihat dari jauh sesosok yang ku kenal. Seorang gadis berambut pendek dengan syal hijau terkalung dilehernya. Itu adalah Mela, dia seperti sedang kebingungan.
Aku lalu mendekatinya…
"Hey, apa yang Kau lakukan disini?"
Dia lalu berbalik dan mendadak terkejut karena mengetahui aku yang memanggilnya.
"A-A-Alien! Apa yang K-kau lakukan disini?"
"Tentu saja pulang. Tunggu dulu, bukankah harusnya aku yang bertanya seperti itu?"
Setelah aku berkata seperti itu, dia terlihat memanyunkan bibirnya sambil menatap kearah lain dan berkata.
"Oh, Begitu. K-kalau begitu K-kau pulang saja sana, aku ada urusan sedikit."
Aku memang akan pulang dan siapa juga yang peduli dengan urusanya. Tapi aku tidak sengaja melihat sebuah kertas putih ditanganya. Apa itu? Tanpa pikir panjang aku merebut kertas itu dan langsung membacanya. Ternyata dikertas itu tertulis sebuah alamat.
"Alien, cepat kembalikan!"
Dia mencoba untuk mengambil kembali kertas yang ada ditanganku. Tapi karena badanku yang lebih tinggi darinya membuatnya agak kesusahan untuk meraihnya. Sebuah ide terlintas dibenakku. Dengan cepat aku mengangkat kertas itu tinggi diatas kepalanya, hal itu membuatnya melompat-lompat seperti anak kucing yang mencoba meraih mainanya dari sang majikan. Ah, Dia benar-benar gadis kecil yang imut! Tapi, aku bercanda…..
"Jangan bercanda denganku, Alien!"
BUG!
“Uaaaahhh……!”
Tanpa kuperkirakan, Mela mendadak menendang kakiku hingga aku terjatuh. Sial, ini sakit!
Dia dengan cepat mengambil kembali kertas ditanganku.
"Itulah balasanya bila mempermainkanku!"
Dia berkata dengan angkuh dan terkesan marah padaku. Memangnya siapa yang tidak marah bila diperlakkukan sepeti tadi?
"Ah, Ya, ya, aku minta maaf."
Dia cemberut.
"Oh… aku ingat alamat itu!" Kataku sambil mencoba berdiri.
"Wah... Jangan mengagetkanku, Alien bodoh!"
Eh~ Dia ternyata terkejut dengan kata-kataku tadi.
"Kalau tidak salah, Jalan Mawar itu adalah nama jalan tempat tinggalku."
"Benarkah? Tunggu dulu, ‘kalau tidak salah’, apa kau lupa dengan nama jalan rumah mu sendiri?"
"Ya, mungkin saja."
Dia terlihat kesal dengan ekspresi tak perduli-ku tadi.
"Kalau begitu beritahu aku jalannya!"
"Eh, bukan-nya lebih cepat kalau kita pergi bersama. Uhug..."
Dia memukul perutku!
"Kenapa aku harus pergi bersama denganmu? Aku bisa mencarinya sendiri, Kok!"
Dia meninggalkanku yang sedang menahan rasa sakit diperutku karena pukulanya tadi. Tapi belum jauh lima langkah dariku dia tiba-tiba berhenti dan sepertinya dia sedang berpikir. Lalu dengan kesal dia berbalik berjalan kearahku dan menyeretku dari belakang seraya mengutuk.
"Maa... Kenapa aku harus membutuhkan bantuanya sih!"
Aku tidak bisa melakukan apapun saat ini selain mengikuti kemauan-nya, walaupun dengan berat hati tentunya.
~*~*~
Sesampainya di alamat rumah yang Mela cari.
"Ternyata feeling-ku benar. Alamat yang ada dikertas itu adalah alamat rumah disebelah rumahku."
"Kau tidak menyadarinya!"
Dia terkejut dengan ucapanku. Sebenarnya aku bukan-nya tak tahu kalau alamat rumah yang dia cari itu adalah alamat rumah yang berada disebelah rumahaku, tapi karena aku tidak pernah mau perduli dengan lingkunganku saja, jadi jangan menganggapku tolol.
"Oh, Ya, Alien. Apa kau tahu pemilik rumah ini siapa?"
Aku menatap kearah rumah dua lantai yang terlihat mirip dengan rumahku itu sesaat.
"Kalau tidak salah namanya Ibu Nuri, sepertinya dia tinggal disini sendirian. Memang kau tidak tahu? Kau kan mencari alamat rumah ini, bagaimana kamu mencari alamat kalau tidak tahu pemiliknya seperti itu?"
"Diam kau! Jangan menceramahiku dasar Alien bodoh yang lupa tempat tinggal… Aku hanya memastikan saja, siapa tahu aku salah tempat."
“Tidak, Kau benar, kok. Coba lihat papan nama itu.”
Aku menunjuk sebuah papan nama bertuliskan Nuri Indah Pertiwi dengan sebuah kalimat yang bertuliskan ‘Butuh suami secepatnya’ di bawahnya. Mela hanya ternganga membaca tulisan yang berada dibawah nama itu tanpa memperdulikanku.
<skip>
"Kenapa Kau diam saja ayo cepat tekan bel-nya!" Aku mencoba membuyarkan pemikiran-pemikiran bodohnya dan menyuruhnya menekan bel rumah itu agar urusanku cepat selesai.
"Ya, ya, tunggu kenapa!"
Pencet…
“ALIEN, KENAPA KAU MENEKAN BEL-NYA!?”
“Habisnya Kau lama sekali.”
Terdengar suara musik saat Mela menekan tombol bel tersebut. Tak lama muncul seorang wanita cantik berambut coklat seperti Mela yang tergerai panjang sampai punggungnya, tapi yang paling membuatku tertarik adalah dadanya yang terlihat penuh sampai bajunya-pun tak mampu menampungnya…
“Uhug….!!”
Mela memukul pinggangku. Ada apa dengannya?
"Ah, Mungkinkah Kamu Melani? Ibu sudah menunggumu dari tadi, ayo cepat masuk!"
Wanita bernama Nuri ini sepertinya mengenal Mela, terlihat dari wajahnya yang terlihat bahagia. Tetapi dilain pihak, Mela malah terlihat kebingungan.
"Y-ya, baik."
Mela pun masuk kedalam rumah itu tanpa sungkan. Sebelum menutup pintunya Bu Nuri sempat bertanya padaku.
"Eh, kamu Yoga yang tinggal disebelah ‘kan?”
“Jangan sok akrab seperti itu…”
“Apa  kamu mau ikut masuk juga untuk menemani Melani didalam?”
“Tidak mungkin…”
“Atau Kamu mungkin mau menemaniku?" Dia berkata sambil mengakhirinya dengan sebuah kerlingan mata kirinya, menggoda. Dia sangat menyeramkan!
"Tidak terima kasih….." Sambil melangkah pergi.
Lagi pula, siapa juga yang mau menemani gadis bodoh dan seorang wanita yang mungkin lebih cocok menjadi ibuku itu. Dan kalau aku masuk pun, aku pasti akan mendapatkan banyak masalah, benar bukan?
"Ah, sayang sekali Kalau begitu….." Dia mengeluh.
"Maaf." Sambil membalikan badan sejenak.
"Tidak apa-apa, tapi lain kali mampir kesini, ya…!"
Aku hanya melangkah pergi tanpa memperdulikan si dada besar itu menuju kearah rumahku. Membuka pagar, lalu masuk kedalam rumahku yang nyaman dengan perasaan yang lega. Akhirnya aku tiba juga dirumah. Ngomong-ngomong apa yang akan kulakukan selanjutnya….. sepertinya main Play Session boleh juga.
~*~*~
Malamnya, saat aku sedang berada di kamarku, tiba-tiba ada yang melepari jendela kamarku. Siapa sih malam-malam seperti ini melempari jendelaku, seperti tak punya kerjaan saja? Aku perlahan membuka jendela dan saat kulihat, di depanku ada Mela yang sedang terduduk didepan jendela rumah Bu Nuri. Dilihat dari wajahnya, ia terlihat sangat lemas.
"Mela, apa yang kau lakukan disana?"
"Namaku Melani! Memangnya apa urusanmu bertanya seperti itu?"
Bukanya dia sendiri yang melempar sesuatu kejendela kamarku?
"Kalau begitu ku tutup lagi, nih."
Baru setengahnya ku tutup, Mela berteriak.
"Tunggu, jangan ditutup!"
Aku mengurungkan niatku menutup jendelaku.
"Ada apa?"
"B-boleh aku minta sedikit makanan?"
Oh, Begitu rupanya…..
"Ternyata Kau mengangguku hanya untuk merengek meminta makanan. Uhug..."
Dia melempariku dengan sendal!
"Diam kau, Alien bodoh! Cepat ambilkan aku makanan dan kembalikan sendalku tadi!"
<skip>
Akhirnya aku menyerah juga, untungnya aku sore tadi beli 2 porsi, jadi aku bisa memberikanya satu padanya. Kami lalu makan sambil mengobrol didepan jendela kami yang berseberangan.
"Hey, Mela. Apa yang kau lakukan semalam ini dirumah Bu Nuri? Kalau tidak salah, jam segini dia sedang bekerja…"
"Sudah kubilang namaku Melani… Kalau itu, aku sekarang tinggal disini."
"Hah, yang benar?!"
Aku hampir memuntahkan kembali makanan dimulutku karena kaget.
"Ja-jadi kamu pindah ke sebelah rumahku?"
"Ya, seperti itulah. Ini karena Ayah-ku mendapat pekerjaan diluar kota jadi aku dititipkan disini."
"Oh, begitu. Semoga kau betah tinggal di daerah sini."
Dia menatapku dengan tajam dan lalu berkata.
"Hey, Alien. Kau tidak berpikiran akan mengintipku sedang berganti pakaian, ‘kan?"
Eh?!
"Tidak mungkin ku melakukan hal semacam itu. Coba pikir saja, apa yang harus aku intip darimu?"
"Heee…..Dasaaaaar! Mungkin saja ‘kan, kau juga laki-laki yang normal. Atau jangan-jangan...."
"Jangan berkata yang aneh-aneh.”
Dia mendengus dan suasana pun kembali menjadi hening. Tapi baru kali ini dia bilang aku ini laki-laki normal.
<skip>
Aku yang merasa kurang nyaman kembali bertanya.
"Mela, bagaimana dengan Ibumu. Kau punya ibu, kan? Kenapa kau tidak bersamanya saja?"
Wajahnya jadi tampak tak senang. Sepertinya aku salah berkata. Tapi tak apa-apalah…..
"Dia sudah meninggal!"
Eh... ini bukan lagi tak apa-apa…
"M-maaf aku tidak bermaksud..."
"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa, kok."
Suasana jadi makin tidak karuan seperti ini. Sepertinya aku membuatnya bersedih. Oh, tuhan, tolong hentikan suasana yang sendu yang menjijikan ini….
TREENG....
Pertolongan tuhan!
Ponselku berbunyi dan aku pun mengambilnya. Saat ku lihat ternyata ada pesan dari nomor yang tak kukenal, saat kubaca isi pesan tersebut.
[Hay, teman-teman! Maaf mengganggu kalian malam-malam begini. Aku hanya ingin mengajak kalian pergi karaoke bersama semalam suntuk. Yang mau ikut harap datang ke taman dipusat kota jam 4 sore. Terima kasih. Salam cinta dari Chyntia.]
Dari Chyntia ternyata. Eh, tunggu dulu, dari mana dia tahu nomor teleponku?!
"Hey, Alien. Apa kau mendapat pesan dari Chyntia?"
Wajahnya tampak senang sekali. Ada apa dengannya? Jangan-jangan dia akan ikut karaoke semalam suntuk bersama Chyntia. Ah, biarkan saja… Lagipula yang akan pergi itu dia ini bukan aku.

[Bagian 2]
Pertanyaan Chyntia :
Apa mereka akan datang tidak ya?

Ria          : Tenang saja, mereka pasti datang.
Chyntia : Terima kasih Ria.

Rika        : Tenanglah Chyntia, mereka pasti datang! Mereka pasti tidak akan datang! Maksudku mereka akan datang, mungkin...
Chyntia : Rika sebenarnya mana jawabanmu yang benar?

Mira        : Kalau aku jadi mereka, aku tak akan pernah datang.
Chyntia : Itu telalu kejam, Mira!

"Mela, tunggu dulu! Kenapa aku harus ikut juga?"
Mela menyeretku dari belakang seperti tempo hari.
"Sudah ikut saja, jangan banyak bicara!"
Semua karena Bu Nuri yang menyuruhku untuk menemaninya. Dia mengancamku, katanya “Bila Kamu tidak mau menemani Melani, Kamu harus menemaniku disini...” Mana mungkin aku mau menemani wanita aggresif itu, bisa-bisa aku celaka nanti!
Heuh, dia sangat menyebalkan Padahal aku ingin istirahat di hari sabtu ini.
Saat Kami sedang diperjalanan, tiba-tiba Mela berhenti melangkah.
"Ada apa?"
"Itu lihat."
Dia menunjuk kearah seorang gadis yang sedang memotret seorang anak kecil yang sedang membawa boneka beruang. Aku kenal gadis itu, dia adalah Reni, dia mengenakan baju layaknya seorang jurnalis. Apa yang dilakukannya?
Tak lama anak perempuan yang membawa boneka itu menangis dan pergi. Oi, Dia mengganggu anak kecil….. Setelah ditinggalkan, Reni tampak sedih dan matanya berair. Heeh… ?
Aku mengela nafas lalu memanggilnya.
"Hey, Reni."
Dia menoleh.
"Hey, Alien. Kau mengenalnya?"
Mela bertanya padaku.
"Bagaimana Kau ini, dia-kan satu kelas dengan Kita!"
"Benarkah?!"
Kenapa dia tampak terkejut seperti itu!
Reni perlahan mendekat kearah kami.
"Hey, Yoga… ‘kan? Sedang jalan-jalan dengan Adikmu?"
Jangan bilang dia juga tidak kenal dengan Mela…!
"Adik? Siapa yang kau bilang Adik, huh!"
Mela marah, gawat! Sepertinya akan terjadi perang disini…
"Jadi kau bukan adiknya. Kalau begitu Kamu pacarnya. Haah.. Ternyata Yoga punya fetish yang aneh. Yoga, dia anak SD atau SMP?"
"BUKAN! Lagian yang aneh itu kau sendiri! Menggoda anak-anak didepan umum sampai menangis. Bukanya itu terlihat aneh?"
Wajah Reni tampak terkejut dengan ucapan Mela barusan, tapi belum sempat ia berkata, Mela sudah mendahuluinya.
"Oh, jangan-jangan memang seperti itu fetish-mu?"
"A-a-apa? Ti-tidak mungkin Aku seperti itu!"
"Lolicon!"
"Aku bukan Lolicon!"
Aku tidak mengerti dengan yang dibicarakan kedua gadis ini, tapi terlihat sangat menyenangkan. Mungkin…
“Dasar pendek, setidaknya kau sadar diri dengan tinggi badanmu! Atau memang kau itu masih kecil, jadi tidak bisa menyadarinya?”
Mela terlihat marah dengan ucapan Reni tadi.
“Heh, mentang-mentang tinggimu lebih tinggi dari perempuan lain Kau bisa menyombongkan diri begitu!? Coba lihat, tinggimu lebih tinggi dari pada Si Alien ini!”
Dia meledekku, aku tahu itu!
“Terus ada apa dengan itu, huh?”
“Heh, bukan apa-apa, hanya saja saja tinggimu itu menunjukan kalau kau itu tidak sepeti perempuan pada umumnya. Atau memang beanar kalau Kau itu adalah… Laki-laki.
Eh~?! Pasti sekarang kata terakhir yang di ucapkan oleh Mela tadi sedang terngiang-ngiang dikepala Reni. Bagaimanapun ucapan Mela itu terlalu kasar dan menyakitkan untuk didengar oleh seorang wanita. Dasar Mela….
“Hey, coba katakan sekali lagi……” Kali ini ucapan Reni seperti mengeluarkan sebuah aura membunuh yang kuat.
Sial, aku mulai takut!
“Oh kalau begitu aku akan……”
“Uahhhhh…..!!!!!!”
Belum sempat Mela menyelesaikan kata-katanya, Reni dengan cepat berlari kearah Mela dengan cepat. Lalu tangan mereka bergenggaman seperti sedang bersiap untuk bergulat.
“Hoy, Pendek! MATI SAJA KAU SANA……!!”
“KAU SAJA YANG MATI SANAA ………!!”
Mereka bertengkar dikerumunan orang seperti ini, apa mereka tidak malu? Karena tidak ada pilihan lain, akhirnya aku berkata pada mereka dengan terpaksa…
"Hey, Kalian berdua tolong hentikan perkelahian kalian, semua orang mulai memandangi kalian, tuh."
Setelah aku berkata seperti itu, mereka akhirnya berhenti juga…, tapi walaupun mereka berhenti tapi rasa permusuhan mereka masih terasa.
<skip>
Akhirnya kami lanjutkan perjalanan kami, tapi sekarang Reni mengikuti kami. Katanya dia tidak ingin kalah dari si pendek ini dalam bernyanyi, tentu saja yang dia sebut pendek tadi adalah Mela. Kami berjalan berdampingan dan aku berada ditengah untuk melerai mereka.
Kalau kalian dapat melihat kami berjajar seperti ini, mungkin kalian akan melihat tangga berjalan. Mengapa aku berkata seperti itu, karena saat ini Mela berada disebelah kananku bertubuh pendek sedangkan Reni di sebelah kiriku mempunyai badan yang lebih tinggi dariku. Itulah kenapa kusebut tangga berjalan. Hahahaha...
Ga lucu ya, makasih……
<skip>
Setelah beberapa menit berjalan bersama kedua gadis yang sedang perang dingin ini, akhirnya aku sampai juga ditempat berkumpul. Dari kejauhan aku melihat Chyntia sedang menunggu di bangku taman yang ada disana. Melihat kami yang datang mendekat, dia mendadak menatap kami dan lalu tersenyum senang.
"Ah, Akhirnya ada yang datang juga... Aku kira tidak akan ada yang datang, ternyata ada juga yang datang… Terima kasih…"
Terang saja tidak ada yang datang, Kau mengajak di malam minggu seperti ini, lagi pula siapa yang mau berkaraoke semalam suntuk seperti itu, mungkin sebelum pagi datang mereka sudah kehabisan suara atau tertidur.
"Oh... Chyntia maaf, kami agak terlambat. Karena tadi dijalan bertemu dengan Jerapah ini."
"Oi, siapa yang kau sebut jerapah itu, Babi Bodoh!"
"Tentu saja kau, dasar Tiang Listrik!"
"Sialan Kau, Stick Es Krim!"
Mulai lagi... Ditengah perselisihan itu Chyntia mendekat kearahku dan bertanya apa yang terjadi, aku hanya menyuruhnya untuk menghiraukanya saja dan langsung menuju ketempat karaoke yang direkomendasikan olehnya.
~*~*~
Diperjalan menuju tempat Karaoke, aku dan Chintia sempat mengobrol sebentar.
"Hey, Chyntia?"
"Hmm...?"
"Kenapa kamu mengajak kami ke tempat karaoke?"
"Oh, itu. Karena aku mendapatkan ini."
Dia memberikanku sebuah kupon undian yang berisi hadiah menyewa sebuah ruang karoke ukuran sedang semalam suntuk. Apa-apaan ini?
"Ternyata seperti itu."
Kami melanjutkan perjalanan kami, tapi aku mempunyai sebuah pertanyaan yang mengganjal hatiku sejak lama.
"Chyntia, ada yang ingin kutanyakan lagi…"
Dia memandang kearahku penuh perhatian.
"Sebenarnya kenapa kamu bisa sangat akrab dengan Keisha, padahal kalau kulihat-lihat, Keisha itu kurang bisa bersosialisasi dengan baik?"
"Tidak juga."
Dia berkata sambil tersenyum padaku.
"Sebenarnya dia itu orang yang baik dan pandai bergaul. Kau ingat dikelas waktu itu, waktu kamu mencoba mengajaknya mengobrol?"
"I-iya." Mungkin…
"Sebenarnya dia hanya berpura-pura tertidur. Dia ingin agar kamu punya keberanian untuk membangunkanya, tapi waktu itu aku datang menggagalkan recanaya. Maaf…"
“Jadi seperti itu rupanya, aku baru tahu, tapi aku tidak terlalu memikirkanya, kok. Jadi, tak perlu dipikirkan…”
"Tapi, kalau saja waktu itu aku tidak menggagalkanya… pasti kamu bisa mengobrol dengannya dan mengetahui betapa baiknya dia."
“Ah… Siapa yang tahu…”
Setelah itu kami berhenti berjalan karena sudah sampai di tujuan. Sebuah tempat karaoke dengan kaca transparan didepanya. Aku melihat di depan meja resepsionis seorang gadis terlihat sedang marah. Saat kuperhatikan gadis itu, ternyata dia mirip dengan Maya, dan saat Chyntia membuka pintunya, baru aku tahu memang ternyata itu Maya. Selain dia, ternyata ada seorang lain yang kukenal sedang berdiri dibalik meja resepsionis. Dia tidak lain dan tidak bukan adalah Keisha, walau kini rambutnya menggunakan dua kuncir.
"Waah... Ternyata ada Si Bule dan Si Panda disini."
"Ini adalah sebuah mimpi, ada Putri Salju dan Putri Tidur di satu tempat."
Mela dan Reni berkata penuh semangat walau terkejut. Mela mungkin terlalu kasar dalam berkatanya tadi, tapi kalau Reni, imajinasimu sangat bagus, kalau boleh kusarankan, jadikan aku pangeran yang menyelamatkan kedua putri imut itu?
"Kau sudah datang rupanya."
"Hmm..."
Maya berkata pada Chyntia yang dibalas dengan deheman yang manis. Perlahan Chyntia mendekat kearah Keisha lalu berbincang. Sementara Chyntia dan Keisha sedang mengobrol, aku, Maya, Melani, dan Reni menunggu dengan sabar di sudut ruangan. Aku tidak bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan tapi sepertinya Chyntia sedang mem-booking ruangan untuk kita.
"Tidak!"
Tiba-tiba Keisha memekik dan semua orang memandang padanya.
"Kenapa? Apa salahnya kamu ikut dengan kami?"
"…Aku sedang bekerja sekarang!"
Aku tak tahu apa yang mereka pertengkarkan, tapi Maya yang berada di sampingku mendesah lalu mendekat kearah mereka.
"Kalau begitu aku akan Meminjam-mu untuk menemani kami." Ucap Maya tenang.
"…Bagaimana bisa!?"
Sepertinya Keisha tampak terkejut dengan kata-kata Maya tadi.
"Bisa saja…! Aku tinggal membayar atasanmu saja, beres ‘kan?"
Lalu datang seorang laki-laki yang mengenakan seragam sama seperti keisha.
“Keisha, ada apa ribut-ribut seperti ini?”
"Maaf, apa boleh kami meminjam Keisha untuk malam ini saja?"
Maya bertanya pada lelaki itu dan lelaki tadi malah menunjukan wajah ketakutan. Oi, kenapa dengan orang ini….?
“Ah, iya-iyaa… saya mengerti nona muda…” Lelaki itu mengiyakan permohan Maya tadi. Tunggu, Nona Muda, apa lagi itu?
“Tapi, tunggu dulu Pak!”
Keisha yang tidak terima, bertanya pada laki-laki itu di ruang staff tapi tak lama kemudian dia keluar lagi dengan wajah lesu. Chyntia dengan cepat menarik tangannya dan lalu pergi menuju ruangan yang telah di pesan. Semua mulai mengikuti Chyntia, akan tetapi aku mengikuti Maya untuk berterima kasih pada laki-laki tadi. Setelah selesai, aku sempat bertanya pada Maya apa yang dia lakukan disini, dia hanya berkata bahwa dia disini untuk bersenang senang bersama yang lain. Tentu saja dia mengatakanya dengan nada ketus. Ah… sudahlah. Sekarang apa yang akan terjadi di ruangan karaoke nanti? Ah, aku juga ingin tahu…

[Bagian 3]
Pertanyaan Keisha :
Apa yang harus aku lakukan saat didalam kamar karaoke nanti?

Maya      :  Kau hanya perlu bersenang-senang saja bersama yang lainya.
Keisha    : Mungkin mudah bagimu mengatakannya.

Yoga      : Kalau menurutku pulang saja.
Keisha    : Aku juga inginya seperti itu.

Santi       : Memainkan mic Yoga!
Keisha    : -----?!

Didalam ruangan karaoke, kami semua sedang duduk berdampingan. Posisinya saat ini, aku dipojok kiri, Mela di sebelah kananku, lalu Maya, Reni, Chyntia dan yang terakhir paling kanan adalah Keisha. Karena bentuk kursi yang berbentuk huruf "U" yang membuat aku berhadap-hadapan dengan Keisha.
"Baiklah karena semua sudah ada disini jadi kita mulai saja acara ini…"
Chyntia membuka acara hari ini.
"Dan sembagai pembuka, aku akan bernyanyi pertama."
Chyntia bernyanyi dan setelah selesai dilayar terpangpang nilai 78.
Semua bertepuk tangan pada Chyntia.
"Ya... Selanjutnya giliranku..."
Mela berkata lalu dilanjut bernyanyi.
“Heh, apa kau bisa bernyanyi apa?” Reni mengejek Mela.
“Heh, lihat saja nanti…, akan kubuktikan padamu!”
Mela pun akhirnnya bernyanyi. Setelah selesai, ternyata dilayar tertulis nilai 92.
"Hebat!?"
Chyntia tampak terkejut.
“Bagaimana, Huh?” Mela sepertinya mulai membuat deklarasi perang pada Reni.
"Heh, hanya begitu saja kemampuanmu? Selanjutnya giliranku. Lihatlah kekuataanku!!!"
Reni mengibarkan bendera perselisihan pada Mela dan langsung bernyanyi. Setelah Ia bernyanyi di layar keluar nilai 92,5.
Ada juga nilai seperti itu?!”
"Apa-apaan nilai seperti itu!"
Mela sepertinya merasa tidak begitu suka dengan nilai yang didapat Reni. Aku juga dapat merasakanya, dia pasti sangat kesal saat ini.
Selanjutnya giliran Maya yang bernyanyi. Tidak seperti yang lain, dia tidak bicara sedikitpun dan hanya mengambil mic lalu menyanyi. Saat kudengar, suaranya itu begitu terasa nyaman, apa lagi lagu yang dia nyanyikan begitu cocok dengan suaranya. Setelah lagu selesai, seperti biasa nilai akan muncul dilayar. Saat kulihat, ternyata nilai Maya adalah 98! Sangat diluar dugaan dia mendapat nilai yang besar seperti itu!
"Ti-tidak mungkin!"
"Ini mustahil!"
Mela dan Reni tampak terkejut dengan hasil yang didapat Maya tadi. Sedangkan Maya sendiri kembali duduk dikursi dengan dingin.
“Sepertinya, tidak ada cara lain lagi. Aku harus menunjukan kekuatanku yang sebenarnya!”
“Huh, memangnya aku akan mengalaah begitu saja, Pendek! Akan kutunjukan kekuatan sempurna yang kumiliki!”
Dan malam itupun menjadi pertarungan yang panjang bagi mereka.
Mereka bernyanyi sampai suara mereka habis, tapi pada akhirnya tak ada yang dapat menyusul nilai Maya. Aku hanya bernyanyi satu lagu karena Mela dan Reni menguasai ruang ini sepenuhnya, tapi ada satu orang yang tidak bernyanyi satu lagu pun. Sebenarnya dia sudah diberi giliran, akan tetapi ia menolaknya dan kami juga malah membiarkannya.
~*~*~
Tak terasa waktu menjelang pagi hari, aku masih terjaga sedangkan para gadis sudah tertidur. Bagaimana ini, katanya semalam suntuk, tapi nyatanya mereka tertidur juga. Sebenarnya aku tidak benar-benar sendiri, Keisha masih terbangun dan duduk dengan wajah murungnya. Dia masih merasa tidak enak rupanya.
Kalau kuperhantikan dia sering memperhatikanku yang sedang duduk dilantai karena kursi sudah dipakai para gadis untuk tertidur, tapi saat kubalas, dia memalingkan wajahnya. Aku memperhatikannya, sepertinya dia merasa tidak nyaman karena kepala Chyntia berada dipahanya. Melihatku yang sedang memperhatikanya, Keisha dengan cepat menundukan kepalanya malu.
Aku kembali menatap kedepan dan menghela nafas dengan malas. Sebenarnya apa yang aku lakukan disini? Dari pada berada disini aku lebih memilih untuk diam dirumah saja, tapi gara-gara si wanita berdada besar itu, aku jadi terjebak disini semalaman.
Aku sebenarnya ingin pulang saja dan meninggalkan mereka disini, tetapi apa boleh buat, jam sudah menunjukan jam tiga pagi, tidak ada bus ataupun kendaraan yang lain ada jam segini.
Tiba-tiba aku merasa ada aroma yang wangi di sampingku. Aku berpikir mungkin ini aroma para gadis, tapi aku rasa jarak mereka lumayan cukup jauh dariku, jadi persentase aroma tubuh mereka tercium itu sangat kecil. Jadi perlahan aku menoleh kearah wangi tadi....
"K-keisha!"
Ternyata Keisha kini sudah berada disampingku. Dia duduk sambil menutupi tubuh mungilnya dengan tangannya yang mulus.
Aku dengan tenang bertanya padanya
"Kenapa kau pindah, Keisha?"
Dia hanya menunjuk kearah tempat dia duduk tadi. Saat kulihat ternyata Chyntia yang berada disebelahnya sedang tidur telungkup di kursi, tapi aku juga melihat sebuah pergerakan ditangannya. Tanganya seakan meremas sesuatu dan dia-pun mengigau dengan kata-kata yang aneh. Apa Keisha pindah karena di gerepe oleh Chyntia yang mengigau? Aku juga tak tahu, tapi yang pasti ini bukan cerita "GL", jadi aku mohon terus dibaca saja...
<skip>
Aku mengesampingkan pikiran anehku tadi dan memandang kedepan. Suasana menjadi hening seketika. Semua orang kecuali aku dan Keisha sedang tertidur lelap, kami berdua pun walaupun masih tersadar tapi kami saling terdiam. Makin lama diam, makin aku merasa bosan juga. Akhirnya, dengan sebuah helaan nafasku, aku langsung bertanya padanya.
"Anu..."
"Anu..."
Eh!? Perkataan kami saling beratabrakan. Ini sama seperti adegan dalam sebuah sinetron stiping yang ber-ending suram! Apa ini yang disebut jodoh? Ah, tidak mungkin se-simple itu, bukan? Lagi pula kenapa aku harus membandingkan adegan ini dengan adegan di sinetron-sinetron itu!
“Eh… Itu… Lebih baik kau dulu saja yang bicara…”
Aku dengan cepat berpura-pura tersenyum malu dan menyuruhnya untuk berkata pertama, dia hanya mengangguk dan berkata dengan malu-malu.
“Anu… Itu… Terima kasih.”
Ah, lucunya… Semua orang yang melihat ini parti akan berkata “Tolong menikahlah denganku!”, tingkahnya ini membuatku ingin memeluknya, tapi karena aku masih waras, jadi aku tidak melakukannya.
Wajah manisnya yang memerah, tubuhnya yang mungil dan langsing serta rambut twintail panjangnya itu membuatnya seperti anak kecil, tapi itu lah daya tariknya---Ngomong apa aku barusan?!
<skip>
Beberapa detik kemudian, aku mulai melupakan pikiran-pikiran anehku dan berkata padanya.
"U-untuk apa?"
Dia menghadap kedepan dan lalu menjawab pertanyaan dengan masih dengan wajah memerahnya.
"Tentang yang kemarin…"
"Kemarin?"
"Ya, waktu istirahat..."
"....."
Kemarin istirahat, apa yang kulakukan ya? Pertanyaan ku terjawab oleh kata-kata Keisha.
"Terima kasih sudah menggendongku ke ruang UKS."
Dia memendamkan wajahnya dibalik pahanya karena malu. Dia benar-benar super manis.... Keisha tolong jadilah adik kecilku. Tunggu, kenapa Aku jadi lolicon seperti ini!
Aku menghilangkan pikiran anehku tadi dan perlahan berkata.
"Tidak usah sungkan… Mungkin yang lain juga pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang kulakukan kemarin."
"......"
Dia terdiam kembali.
"Hey, Keisha. Boleh Aku bertanya sesuatu?"
Aku dapat melihat anggukanya perlahan dibalik rambut twintailnya.
"Kenapa kamu bekerja disini?"
Dia tampak tersentak dan menatapku dengan wajah yang seakan berkata 'kenapa kamu bertanya seperti itu?'.
Aku yang merasa tidak enak langsung meminta maaf padanya.
"Ma-maaf, bukan maksudku untuk menyudutkan mu akan tetapi..."
Aku kehabisan kata-kata.
"Baiklah."
"?!"
Aku menatap kearahnya karena terkejut. Dia sekarang menundukan mukanya dan duduk memeluk lutut.
"…Aku bekerja disini karena I-ibuku..."
"Ibumu?"
"Hmmm.... Ibuku dulu bekerja di sini, tapi karena dia sakit, jadi aku menggantikanya bekerja disini."
Perlahan air mata mulai mengucur dipipinya yang lembut.
"Apa kamu selalu bekerja shift malam seperti ini?"
"Hmm…" mengangguk. “Karena kalau siang hari aku sekolah, jadi aku tidak bisa mengambil shift pagi ataupun siang…”
"Oh… Jadi itu sebabnya kenapa kau selalu terlihat mengantuk disekolah?"
Dia hanya mengangguk.
"Oh, Iya… Ngomong-ngomong kemana ayahmu? Perasaan kau hanya menceritakan tentang ibumu."
Dia sepertinya tersentak dibalik pahanya yang mulus itu…
"…Dia sudah meninggal." Dia berkata dengan lirih dan terisak.
Eh?! Sertinya aku salah ngomong, mana kutahu Ayahnya sudah meninggal, aku jadi merasa bersalah padanya.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih..."
"Tidak apa-apa, kok."
Suasana menjadi hening kembali. Aku tidak tahu harus berkata apapun lagi, tapi kulihat Keisha masih menyeka air matanya. Aku merasa tidak enak karena membuatnya menangis, tapi cerita tentang orang tua yang meninggal, sebelumnya aku pernah mendengarnya.
Perlahan aku memadan kearah kiriku, aku melihat Mela yang sedang tertidur di sofa, kalau tidak salah Ibunya juga sudah meninggal. Ternyata ada dua anak tanpa anggota keluarga yang utuh dikelasku ini.
"Yoga!"
Tiba-tiba Keisha memanggilku. Aku menoleh kearahnya.
"....kau tahu.... Ibuku setiap malam selalu bermimpi bertemu dengan Ayah yang selalu tersenyum kearahnya."
Dia lalu berkata padaku dengan mata yang yang mulai kembali berair. Kenapa dia berkata seperti itu?
"…Apa itu yang namanya Cinta?"
Aku terpaku oleh pertanyaan Keisha tadi. Aku benar-benar tak mengerti apa yang sedang ia bicarakan saat ini…
“…Apa bila kita mencintai seseorang, apakah kita akan selalu memikirkanya walaupun orang yang kita cinta itu berada ditempat yang jauh?”
Aku terdiam mendengarkan kata-katanya…
Tapi bukannya arti cinta itu adalah, rasa menyayangi dan melindungi seseorang. Tapi sepertinya ada misconseption antara aku dak Keisha saat ini, tapi tak apalah, kenapa juga aku harus memikirkanya…
"Tapi kenapa, kenapa aku tidak pernah memikirkan Ayahku?" Dia menjadi semakin bersedih.
"Maksudmu?"
"…Mungkin, aku memang tidak pernah mencintai Ayahku."
Eh, aku baru kali ini melihat ekspresinya mengalir seperti ini, biasanya memandang dengan mata yang mengantuk dan terhitung dingin menurutku. Aku melihat kearah gadis loli yang berada di sampingku tanpa menoleh, aku dapat melihat wajah sedihnya saat ini.
"…Dia bahkan tidak bisa disebut seorang Ayah!"
Dia menangis…
“…….”
"…Seseorang yang membunuh dirinya sendiri dan meninggalkan keluarganya tanpa sebab yang pasti, apa itu yang dinamakan seorang ayah?"
Jadi ayahnya meninggal karena bunuh diri. Aku turut prihatin dengan yang dialaminya, tapi menyalahkan Ayahnya seperti itu juga salah, benar ‘kan?
"Mungkin aku tahu apa penyebab Ayahku bunuh diri….." Aku metapnya lebih dalam. "yang membuatnya bunuh diri mungkin adalah… Aku, Anaknya."
Tunggu kenapa kau jadi berpikiran seperti itu!?
"…Mungkin dulu aku terlalu meminta lebih darinya, seperti membelikanku mainan yang mahal dan baju-baju bagus. Mungkin karena ayahku tidak bisa membelikanku apa-apa lagi, jadi dia lebih baik membunuh dirinya sendiri…”
“…..”
“Kau tahu… Aku tidak pernah menyadarinya hingga aku masuk SMA. Ayahku meninggal beberapa hari sebelum hari penerimaan murid baru. Dan setelah itu, Ibuku lalu mencari pekerjaan untuk menafkahiku dan Kedua adikku. Ta-tapi karena tubuhnya yang lemah, dia berhenti bekerja beberapa bulan kemudian. Karena tidak ada tulang punggung dalam keluarga kami, Adik-adik ku mulai kelaparan. Akhirnya saat itu juga aku putuskan untuk menggantikan ibu bekerja…."
Dia curhat…
"Jadi itu sebabnya kamu bekerja disini?"
Dia mengangguk perlahan. Aku kembali menatap kearah layar. Suasana menjadi hening kembali, aku pun berinisiatif untuk kembali bertanya.
"Apa ada yang tahu tentang keadaan keluargamu ini?"
Dia menggelengkan kepalanya.
Sudah kuduga, dia pasti menyembunyikanya. Mana mungkin ada orang yang berani membuka aib keluarganya sendiri, apalagi ayahnya meninggal bunuh diri pasti sangat memalukan, bukan? Tapi kalau menyembunyikanya pun tetap saja lama-kelamaan kebohongan itu akan terungkap juga.
Jadi lalu aku berkata padanya.
"Oh ya, bukan maksudku ikut campur dalam masalahmu ini tapi... bukanya lebih bagus kalau kamu menceritakan pada teman-mu tentang masalahmu ini, mungkin dia akan membantumu. –Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu…"
Dia menatap kearahku dengan muka memelasnya. Sedangkan aku menatapnya balik dengan tatapan tenang.
“Kau tahu, bila kau ingin membicarakan sesuatu denganku, mungkin aku akan dengan senang hati mendengarkan semuanya. Karena kita teman bukan?”
Dia hanya menatapku tak percaya, tapi beberapa saat kemudian ia mulai tersenyum. Sukurlah… aku pikir dia akan menangis lagi, tapi ternyata tidak…
“Tapi Yoga…” Dia memanggil namaku “…kamu akan berjanji untuk menyimpan rahasiaku ini ‘kan?” Dia memohon.
“Hmm… Tentu saja.” Mungkin… aku tidak bisa menjaminnya sama sekali, tapi aku harap aku bisa menjaaga rahasianya ini, karena aku akan merasa kasihan padanya nanti bila aku tidak menyimpan rahasianya ini.

Aku memang tidak pernah tahu rasa sakit yang ia pikul, tapi kehilangan orang yang penting itu pasti rasanya sangat tidak menyenangkan. Saat ini mungkin aku tidak bisa banyak membantu, yang kubisa kulakukan mungkin hanya mendoakanya agar masa depanya tidak sesuram milik-ku. Cukup aku saja yang disebut ‘Madesu’ jangan pernah ada yang lain, aku memohon……
[End]  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar