[Bagian 1]
Pertanyaan Yoga :
Apa aku harus pergi kesekolah hari ini?
Ria : Tentu saja! Karena sekolah itu penting, lho,
Yoga!
Yoga : Ria, jangan marah padaku.
Maya : Kalau kau tidak pergi kesekolah, akan kubunuh
Kau!
Yoga : Maafkan aku, Maya!
Melani : Lihat saja kalau Kau tidak masuk hari ini!
Yoga : Kenapa semuanya memarahiku?! Emang pertanyaanku
salah, apa!?
Pada hari senin, dua hari setelah karaoke semalam suntuk waktu itu,
aku berjalan bersama Mela menuju kesekolah. Bukannya aku mau buat pergi kesekolah
denganya, tapi ini karena aku disuruh oleh Bu Nuri tetanggaku yang sekarang
tinggal bersama Mela. Ah, sial, si dada besar itu menyusahkanku saja….
Aku berjalan menyusuri jalan gang rumahku bersama dengan Mela, dia terlihat
sangat kesal, mungkin dia juga terpaksa melakukan ini. Disorot matanya aku
dapat melihat dia tengah berpikir, apa yang dia sedang pikirkan? Ah, sudahlah
kenapa juga aku harus memikirkan-nya.
"Hey, Yo-yoga..."
"Ya?"
Aku membalas panggilanya tadi dengan senyum manis yang menjijikan.
"Ke-kenapa wajahmu sok manis seperti itu?"
Dia terkejut...
"Habisnya Kau tadi menyebut namaku dengan benar, bukan ‘Alien’
la—UGH!!"
"Berisik, Bodoh!"
“Kenapa Kau memukulku, huh!?”
“……”
Dia mengabaikanku!!!
<skip>
"Oh ya, Mela... Sebenarnya apa yang tadi ingin Kau katakan?"
Kataku dengan dingin.
"Eh?! Tidak ada!"
Kalau tidak ada, kenapa kau panik seperti itu?
"Masa?"
"T-tentu saja!"
Hee... Sudah lupakan saja, palingan juga hal yang ga penting!
"Oh... Alien, kemarin apa yang Kau dan Keisha bicarakan waktu
dikaraoke?"
Katanya tidak akan bertanya, kenapa sekarang malah bertanya, huh!?
"Maksudmu apa? Aku sama sekali tidak bicara apapun dengan
Keisha waktu itu..."
Jawabku melindungi diri. Aku melakukan itu karena aku sudah berjanji
pada Keisha untuk tidak memeritahukan pembicaraan kita kemarin pada orang lain.
"Bohong....! Terus kenapa Keisha menangis?"
Dia terlihat marah padaku. Eh, tunggu... Bukanya waktu itu ia tidur?
Dengan cepat aku menghetikan langkahku untuk membuat jarak denganya.
Dia tetap berjalan, tapi beberapa langkah kemudian dia berbalik dan menunjukan
wajah sedih.
"Aku tahu semua yang Kalian katakan waktu itu..."
Kenapa dia jadi serius seperti ini? Yang kutahu, momen seperti ini
biasanya hanya terjadi di serial Drama
Korea saja, tapi kenapa malah terjadi dihidupku yang penuh masalah ini?
"Aku tidak menyangka ternyata hidupnya begitu mengharukan
seperti itu..."
Apa Dia mendengarnya? tidak mungkin... Tapi tunggu...
"TUKANG NGUPING!!!"
Aku setengah berteriak menunjuk kearahnya. Dia terlihat terkejut
dengan reaksiku tadi.
"Jangan mengagetkanku, Bodoh!"
“Guaahhh!!”
Dia menendangku…
<skip>
"Sudahlah... yang penting sekarang adalah Kita harus membantu
masalahnya." Mela berkata padaku.
"Kita? Aku juga harus ikut?"
"Tentu saja, Kau kan
Asistenku..."
"Eh... Sejak kapan aku jadi asistenmu?"
"Sudah jangan membantah kata-kataku, atau kau tahu
akibatnya..."
“Jeh... Emangnya kau siapa, beraninya kau mengancamku?”
—Tapi menakutkan juga kalau aku tidak menuruti kemauanya. Sial! baru
saja aku di-bully oleh seorang Perempuan
berkalung syal hijau ini!
"Kalau begitu, karena sudah agak jauh dari rumah, mending kita
berpisah disini saja! Sampai nanti dikelas, Asisten!"
Namaku berubah lagi...
Dia lalu pergi meninggalkan ku sediri. Sebelum pergi dia sempat
tersenyum padaku. Walaupun hanya
sebentar, senyumanya yang manis tadi cukup membuatku tenang. Bercanda!
Sebenarnya Dia tidak manis sama sekali!
~*~*~
Aku berjalan melewati pintu kelas dengan langkah berat dan lalu
duduk dikursiku. aku melihat disebelahku Mela sepertinya sudah datang, tapi aku
tidak dapat menemukanya dikelas. Sepertinya dia sedang pergi. Begitu pula
dengan Ria dan Maria mereka juga belum datang. Aku menghela nafas dan lalu memandang
kearah Meja Keisha, dia juga belum datang ternyata.
"Hei, Yoga...."
Yang memanggilku pagi-pagi begini adalah Gina, tapi tunggu..., kenapa
dia kembali berdandan seperti laki-laki?
"Kamu Gina, 'kan ?"
Dia memukul pundaku.
"Jahat sekali Kamu, Yoga... Tentu saja ini aku!" Dengan
ekspersi marah yang sangat imut.
"Terus kenapa Kamu berdandan seperti itu? –lagi…."
"Seperti apa? Oh, ini..." Menunjuk seragamnya.
Aku mengangguk.
"Aku sedang ber-cosplay."
"Cosplay?"
Cosplay, coba kuingat-ingat lagi.... Sepertinya ada seseorang yang pernah
melakukanya. Aku menoleh kebelakang...
Wah… ada Kuntilanak
twintail dibelakangku?!
<skip>
Sudahlah, abaikan saja scene tadi!
"Ngomong-ngomong kamu berperan jadi apa dengan pakaian seragam
laki-laki itu?"
Aku kembali bertanya padanya. Sebuah senyuman mulai mengembang di
bibirnya dan lalu berkata.
"Kamu tahu Drama Jepang yang berjudul *tiit*. Aku mencoba untuk
menirukan karakter utama di drama itu. Dengan kata lain, aku sedang ber-cosplay sekarang."
Aku sekarang sedang berpikir.... Kalau tidak salah Cosplay itu adalah menirukan karakter
dalam anime, 'kan ?
Tapi kenapa dia malah menirukan karakter dalam drama? Kalau begitu sih, namanya
bukan Cosplayer, tapi peniru!
Tapi walaupun begitu Dia
terlihat manis.
"Pasti Kamu berpikir kalau aku manis ‘kan ?"
Eh, kenapa dia tahu apa yang sedang kupikirkan?
"Ternyata benar kata Maria, Yoga lebih suka gadis cosplayer dari pada yang biasa-biasa
saja."
Heee... Ternyata Orang itu penyebabnya. Aku menoleh kebelakang untuk
memastikan keberadaan Maria yang tadi mengenakan baju kuntilanak, tapi... Dia
tidak ada!!
Apa tadi aku salah lihat! Tidak mungkin, aku tadi melihatnya dengan
mata kepalaku sendiri dia sedang duduk manis dikursinya. Apa jangan-jangan...
Mas, nyerah, Mas! Makhluk
Astralnya terlalu kuat, Mas! Aku ingin sekali berkata
seperti itu, tapi sayangnya ini bukan acara uji nyali.
<skip>
"Ada
apa Yoga?"
Melihat aku yang melamun, Gina bertanya padaku.
"Tidak apa-apa, kok."
"Ah, tak usah ragu! Aku berjanji gak akan membocorkannya, Kok."
Dengan mengangkat jempol dan menunjukanya padaku.
Ngomong apa Gadis ini? Aku tak mengerti sama sekali.
"Ah, Yoga, Gina.... Apa yang kalian lakukan dipagi hari seperti
ini?"
Yang bertanya tadi adalah, Ria. Seperti biasa, ia selalu terlihat
cantik.
"Ah, Ria... Selamat pagi."
"Pagi juga."
Ria dan Gina saling bersapa.
"Ria, Kamu tahu? Tadi Yoga bilang kalau aku terlihat manis
dengan gaya
seperti ini."
Kapan Aku berkata seperti itu!!! Oi, bukanya kau sudah janji tidak
akan mengatakannya!
"Benarkah, dengan penampilanmu yang seperti ini?”
Ria berkata dengan terkejut dan terlihat Gina mengangguk.
“Berarti benar, gosip yang waktu itu."
"Gosip apa?"
Ria lalu Membisikan sesuatu ketelinga Gina. Gina mendengar dengan
seksama, tetapi kemudian wajahnya jadi merah semerah kulit apel. Sebenarnya apa
yang Mereka bicarakan?
Gingin lalu menatapku dengan penuh keyakinan dan berkata.
"Yoga, aku tidak akan memarahimu karena perilakumu yang menyimpang
itu, tapi walaupun begitu aku tetap menyukaimu."
Dia mengangkat jempolnya lagi padaku. Apa-apaan itu?
"Jadi, Siapa Pria yang beruntung itu?"
"Eh, Pria beruntung? Maksudmu?"
"Maksudku, siapa Pria yang beruntung kamu tiduri di taman waktu
itu?"
"Maksudmu, aku melakukan hal yang tak senonoh dengan laki-laki,
begitu?"
Dia mengangguk. Sudah kuduga…
“Memang kau tahu siapa pria itu?” Aku bertanya pada Gina.
“Aku tidak tahu…” Gina menjawabnya dengan polos.
“Kau tahu, pria yang kutiduri itu kalau tidak salah bernama… Gingin.”
Wajah Gina memerah! Sepertinya aku berhasil membalikan kadaan saat
ini.
“Ah…, aku masih ingat wajahnya yang sayu menatapku dan berkata,
‘kenapa dadaku berdegup kencang seperti ini?’.”
Muka Gina makin memerah!
“Terus dia berkata ‘Kenapa wajahku memerah?’ dan saat ditanya ia
hanya menjawab, ‘Aku juga tidak tahu…’.”
Sepetinya Gina sudah akan Knock
Out. Tinggal satu pukulan terakhir dan dia akan melemah. Baiklah!
“Dan terakhir ia menyentuh dadaku dengan jarinya dan berkata ‘sepertinya aku juga mulai mencintaimu… chu!’----Huuupt?!”
Dia menutup mulutku dengan tangan-nya yang halus!
“Yoga, sudahlah…, aku tidak ingin mendengarnya lagi…!”
Dia terus membekap mulutku hingga aku tidak bisa bernapas, namun
beberapa saat kemudian ia melepaskanku dan berlari bersembunyi di punggung Ria
yang sedang tersenyum tak mengerti.
“Untunglah aku tidak mati…”
Aku hanya bisa tertunduk dilantai mengumpulkan kembali lifepoint-ku yang sekarat.
<skip>
Tet.... Tet... Tet...
Terdengar suara aneh dari arah belakang. Aku yang penasaran lalu
melihat kearah suara berasal. Tanpa kusadari, sekarang dibelakangku ada seorang
gadis yang sedang membungkuk meghadap kearahku. Tidak salah lagi, Gadis yang
ada dihadapanku ini adalah Santi. Dia adalah seorang Gadis yang selalu memakai
jas laboratorium dan kacamata yang terlihat sangat cocok dengannya. Kali ini dia
sedang memegang alat yang berbentuk seperti toa.
"Ternyata benar energi yang kuat ini berasal dari dia."
Tiba-tiba Santi berkata tak karuan.
"Santi, energi apa yang Kau maksud? Dan, ngomong-ngomong benda
apa itu?"
Dia menegakan tubuhnya lalu menjawab pertanyaanku.
"Ini? Ini adalah penemuan baruku, namanya alat pelacak energi
MH."
"MH? Apa itu?"
"MH, adalah singkatan dari M*ho. sebuah kasus dimana individu
‘P’ mempunyai ketertarikan sesama ‘P’."
“Santi, M*ho ya M*ho saja, jangan disingkat. Lagipula, apa ‘P’ itu?”
“—Sebenarnya inidividu ‘P’ seharusnya itu tertarik dengan individu
‘V’, tapi karena ada hormone-nya yang
salah sehingga membuat individu tersebut menyimpang.”
Dia mengabaikan pertanyaanku…
“Tunggu, Santi, bisa kau jelaskan apa yang Kamu sebut ‘P’ itu? Aku
tidak mengerti sama sekali.” Gina bertanya pada Santi dari belakang tubuh Ria.
Dengan sebuah batuk yang lembut, Santi pun menjawab pertanyaan Gina
dengan tenang.
“’P’ itu adaalah singkatan dari kata Pen*s, sedangkan ‘V’ itu adalah
singkatan dari Vag*na. Bagaimana kalian mengerti?”
Mengerti dari Hongkong! Dia berkata terang-terangan sepeti itu…
sebenarnya seberapa mesumkah dia, sampai-sampai bisa berkata seperti itu tanpa
rasa malu sedikitpun. Gina, Ria, tolong jangan terpengaruh dengan ketidak bermoralanya...!
""Hebat!""
Aku tidak percaya! Mereka berkata hampir bersamaan…
"Kamu mengatakan hal-hal yang sangat ilmiah seperti
itu...."
"Santi, tolong ajari aku lebih banyak tentang MH!"
Ria dan Gingin berkata dengan riang.
“Serahkan padaku…!”
Mereka saling berpegangan dan melompat-lompat kegirangan. Ya ampun, Mereka
benar-benar Madesu…
[Bagian 2]
Pertanyaan Hendrik :
Bagaimana pendapat murid-muridku nanti tentang murid pindahan baru ini ya?
Melani : Murid pindahan! Sepertinya sangat menyenangkan.
Hendrik : Oh, begitu Melani…
Maya : Bagus, semoga saja kali ini perempuan.
Hendrik : Kamu sudah tidak sabar ya, Maya?
Yoga : Apa murid pindahan itu perempuan? Kalau perempuan, ijinkan saya untuk mengundurkan diri saja.
Hendrik : Hmm… semangat yang bagus, Yoga. Tapi, berhati-hatilah pada Melani yang sedang tersenyum padamu sambil membawa pemukul baseball dibalik punggungnya.
Bel pelajaran pun mulai berdentang diseluruh penjuru sekolah. Para Siswa dan Siswi mulai masuk kekelas mereka masing-masing. Bodo amat!
Lagian bisa-bisanya mereka membuatku iri... Tentu saja yang kumaksud adalah para Siswa laki-laki dari kelas lain. Bisa-bisanya mereka datang bergerombol kedalam kelas seperti genk motor. Apa mereka tahu mereka telah membuatku iri seperti ini? Mereka tidak memperdulikanku yang berada dikelas ini sendiri sebagai satu-satunya Siswa laki-laki dikelas ini.
Ngomong-ngomong buat apa aku iri dengan mereka, aku nyaman-nyaman saja seperti ini, tapi… karena semua teman sekelasku adalah para gadis yang aneh, aku jadi merasa kesepian.
Bukan apa-apa, hanya saja, aku tidak punya seseorang untuk membantuku mengatasi para gadis yang ada disini, dan tanpa kusadari, aku ternyata membutuhkan seorang teman.
<skip>
"Selamat pagi semua..."
Yang menyapa tadi adalah Pak Hendrik. Tetap dengan senyum manis di bibirnya yang selalu membuatku ingin memukulnya. Aku kemudian kembali membenamkan kepalaku pada meja kesayanganku.
"Sekarang bapak akan mengenalkan pada kalian teman sekelas yang baru. Ayo kesini... Yah, lihat Dia manis, 'kan ?"
Ah.... Teman sekelas yang baru, senangnya.... andai aku bisa berkata seperti itu, tapi karena Murid baru tersebut adalah seorang wanita, aku jadi tidak bersemangat untuk melanjutkanya. Sudah cukup dua belas gadis-gadis ini saja, jangan nambah lagi, nanti aku bisa-bisa mengundurkan diri… Tapi bagus juga, aku jadi punya alasan untuk itu.
"Ah... Pak Hendrik, jangan memujiku seperti itu. Aku jadi malu."
Terdengar suara seorang wanita yang tak kukenal dari arah depan. Mungkinkah itu Murid Pindahan yang tadi dibicarakan? Entahlah, karena aku tidak melihatnya karena masih menenggelamkan wajahku dimeja.
"Hey, hey, Yoga! Lihat, murid pindahan itu! Dia sangat manis...."
Mela mengoncang-goncangkan badanku agar membuatku melihat murid pindahan yang berada didepan kelas. Dengan malas aku menoleh kearah depan kelas.
Yang pertama ku lihat adalah, sesosok gadis berambut hitam pendek yang tersenyum manis. Kalau bisa kugambarkan, Gadis yang berada di depanku ini memiliki gaya rambut yang hampir sama dengan Chyntia, akan tetapi poninya terlihat lebih pendek. Tapi, yang paling penting…, Dia memiliki wajah yang imut! 100% imut!
Saat semuanya sedang memandang Gadis pindahan itu, tiba-tiba Maya berkata dengan setengah berteriak.
"Ka-kamu?! Kenapa kamu bisa berada disini?"
Dia terlihat terkejut sekali hingga ia berdiri dari kursinya. Reni yang tak ingin kelewatan momen seperti itu, langsung memotret ekspresi Maya. Oi, ini sudah masuk jam pelajaran, Reni!
Jadi kesimpulannya Gadis yang berada didepan kelas ini adalah kenalanya, bukan begitu, Maya?
"Jadi Gadis yang berada didepan kelas ini adalah kenalanmu, bukan begitu, Maya?" Gina berdiri dan bertanya dengan suara yang cukup keras.
Kenapa Kau selalu tahu apa yang kupikirkan, Gina?! Dan jangan mengangkat jempolmu kearahku dengan bangga seperti itu!
<skip>
Maya lalu menghela nafas sejenak dan lalu menyilangkan tangan didadanya. Sambil memejamkan mata ia berkata.
"Dia adalah temanku waktu SMP, namanya Arya."
Eh, tunggu dulu... Aku berbalik kearah Ria yang juga menatapku heran dan langsung bertanya dengan ragu padanya.
"Kalau tidak salah, Arya itu nama laki-laki, bukan?"
"Kamu benar juga... Arya ‘kan nama laki-laki."
Dengan ragu Ria menjawab pertanyaanku.
"Tunggu, tidak mungkin orang se-imut dia adalah laki-laki...."
Chyntia yang berada dibelakang Ria pun tampak ragu dengan Murid pindahan itu.
"Ya, tidak mungkin, tapi kalau benar seperti itu, aku pasti akan dapat bahan berita yang menggeparkan!"
“Tidak ada yang bertanya padamu, Reni! Lagian tempat dudukmu dan Ria seperti Aceh dan Merauke, jauh banget!?”
<skip>
Seakan mengetahui teman-teman sekelasnya sedang status dirinya. Murid pindahan itu kemudian mulai membuka mulutnya.
"Perkenalkan nama saya Arya Angkara Putra. Saya seorang laki-laki. Saya pindah kesini, karena urusan bisnis orang tua. Terima kasih."
"Ternyata benar!"
Aku tak sengaja memekik kearahnya.
"Te-te-ternyata benar!"
Rika juga terlihat terkejut juga sepertiku.
"Ternyata benar."
"Ah, ternyata benar~!"
Dia terlihat seperti terangsang! Sebenarnya apa yang kau pikirkan, Santi!?
Tunggu, kenapa Mereka semua meniru kata-kataku?!
<skip>
"Oh, ya, ada satu lagi..., kamu Yoga, 'kan ?"
Dia menunjuk kearahku.
"Y-ya, benar."
"Haah... Ternyata aku benar. Jadi, Yoga, K-kamu bisa membantuku untuk berkeliling sekolah? Aku ingin mengenal sekolah ini lebih dekat."
Dia berkata dengan malu-malu, tapi terlihat manis untukku. Apa ini yang dinamakan Moe? Tapi, kenapa aku yang harus menemaninya?
“Bagaimana Yoga?”
"Ya, mau bagaimana lagi..."
Sial, aku mengiyakan ajakannya!
"Terimakasih. Aku tunggu nanti istirahat yaa..." Dia berterimakasih dengan nada yang imut.
Tidak, sepertinya aku mulai jatuh cinta…. Tapi tunggu, dia itu laki-laki! Sadarlah Yoga!
Pak Hendrik pun lalu menyuruh Arya untuk duduk dan memulai pelajaran pertama. Aku merasa istirahat nanti akan jadi hari yang melelahkan buatku. Kenapa tidak, karena aku harus mengenalkan sekolah ini pada murid pindah itu, padahal aku sendiri tidak terlalu suka dengan sekolahku ini. Tapi aku rasa tidak ada salahnya kalau aku berbuat baik sekali ini saja, lagi pula setelah ini aku tidak akan berbuat baik lagi. Pasti, aku tidak akan melakukanya lagi, selamanya…
~*~*~
Jam istirahat tiba, aku saat ini sedang bersama Arya dikantin. Dia tampak sedang meminum sebuah jus dari buah mangga, sedangkan aku hanya mengocek-ngocek jus-ku yang hampir habis.
Sejenak aku memandang wajahnya. Dia benar-benar memiliki wajah yang sangat manis, aku sempat tidak percaya bahwa dia adalah seorang laki-laki, tapi sekarang aku sudah percaya. Karena tadi dia masuk kedalam toilet pria dan membuat kegaduhan disana. Bagaimana tidak gaduh, dia masuk kekamar mandi itu menggunakan seragam wanita. Selain itu juga, Dia kencing sambil berdiri, aku tidak sedang menggunakan kiasan saat ini, tapi begitulah kenyataanya.
<skip>
"Yoga..."
Dia memanggilku. Suaranya seperti seorang perempuan!
"Y-ya, ada apa?"
Kenapa aku jadi canggung seperti ini?
Arya lalu tersenyum padaku dan berkata.
"Apa ada sesuatu yang ingin kau katakan?"
Dia tersenyum sangat manis hingga aku tak bisa menahan jantungku untuk berdetak lebih cepat saat ini! Yoga sadarlah!
<skip>
Ya... Sebenarnya saat ini banyak yang ingin kutanyakan, seperti kenapa suaramu seperti perempuan? Terus, kenapa kamu memakai seragam wanita? Dan yang paling utama adalah, kenapa Kamu bisa semanis ini!? Tapi aku tidak akan bertanya seperti itu saat ini.
"Oh, itu... Eh, Arya... Bagaimana pendapatmu tentang sekolah ini?"
Jangan menertawaiku… Hanya itu kata-kata yang bisa kukatakan.
Dia menyedot jus mangganya menggunakan sedotan sebelum dia memulai bicara.
"Sebenarnya aku sangat senang berada disini. Murid-murid disini semua baik padaku, mereka semua tersenyum pada kita saat berkeliling sekolah tadi."
Tidak, aku rasa mereka hanya salah tanggap saja dengan keadaan disini. Mungkin mereka mengira pria ini adalah seorang gadis imut yang lucu, tapi kenyataannya dia adalah seorang laki-laki berwajah imut. Dalam pikiran mereka, mungkin mereka berpikir "Manis sekali gadis itu..." atau "Dia manis sekali, aku rasa aku sudah jatuh cinta padanya..." mungkin. Aku tidak mau memikirkanya lebih jauh, lebih baik aku tetap diam saja pura-pura tak tahu.
"Oh, begitu... Mungkin mereka mencoba untuk ramah denganmu."
"Sepertinya begitu. Hehe...." Arya... Tolong berhentilah menggodaku dengan tingkah imutmu itu!
<skip>
Oh.... Aku baru ingat sekarang. Sebenarnya ada yang ingin ku tanyakan padanya. Tentang hubungannya dengan Maya, sepertinya mereka saling kenal.
"Arya ada yang ingin kutanyakan lagi padamu."
"Ya, apa?" Dia tersenyum manis lagi...
"Tentang Maya. Apa Kau mengenal Maya? Sepertinya Kau terlihat dekat denganya."
Dia menghabiskan jusnya dalam sekali sedot dan lalu menjawab pertanyaanku dengan tenang.
"Tentu saja. Karena kami sudah berteman sejak kecil."
“Sejak kecil?”
“Ya, mungkin sekitar… TK, mungkin.”
"Eh, lama sekali. Aku tidak menyangka kamu bisa berteman dengan Dia begitu lama." Kataku tak percaya.
"Memangnya kenapa? Sepertinya Kamu tidak percaya kalau aku berteman dengan Maya!"
Arya, tolong jangan menggunakan ekspresi marah yang imut seperti itu...!
<skip>
"Y-ya, karena aku pikir Maya itu orangnya sangat angkuh dan cepat sekali marah." Aku mengatakan semua yang kutahu. Memang seperti itulah Maya, orang kaya yang angkuh , tapi kadang-kadang juga suka berlaku kekanakan juga sih.
"Tidak juga, 'kok." Dia berkata sambil tersenyum manis lagi. "sebenarnya Dia orang yang baik, tapi mungkin Kamu hanya belum tahu saja."
Ya, memang aku tidak tahu banyak tentang Maya. Toh, aku baru mengenalnya beaberapa minggu yang lalu, jadi aku belum tahu sifat aslinya.
Teng-tong-teng...
Terdengar suara dari arah speaker yang menempel di dinding kantin.
[Kepada Yoga Adipati Sanjaya dan Arya Angkara Putra dari kelas 2-D, ditunggu di ruang kepala sekolah segera. Terimakasih]
Sebuah pengumuman yang bertuju padaku dan Arya terdengar dari speaker tadi. Sepertinya kami dipanggil keruang kepala sekolah, tapi kenapa? Aku langsung menatap Arya yang juga sedang menatapku. Kemudian Dia mengangguk seperti menggajaku untuk pergi keruang kepala sekolah bersama.
Sebenarnya aku sangat malas untuk pergi kesana, karena aku sangat tidak menyukai kepala sekolah eksentrik itu. Dia telah membuatku terisolasi dikelas bodoh itu bersama para gadis-gadis yang menyeramkan, tapi aku sepertinya sesekali harus memberikan pelajaran pada Kepala sekolah itu! Yaa, aku sepertinya harus ikut pergi ke-ruang kepala sekolah itu dan lalu membalas demdam, benar bukan?
Dengan yakin aku langsung menganggukan kepalaku dan kami pun segera pergi keruang kepala sekolah bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar