Senin, 14 Juli 2014

Bab 11 – Masa Lalu Mereka...

[Bagian 1]
Pertanyaan Maya :
Apa yang harus aku lakukan pada Keisha nanti?

Ria     :  Tenanglah, Maya...
Maya  :  ........

Rika   : Maya tenanglah...
Maya  :  ........

Maria :  Maya, jangan melakukan yang tidak-tidak-nyan!
Maya  :  ........

"Kenapa Kita dibawa kesini?" Mela bertanya padaku.
Saat ini Aku, Mela, Chyntia dan Keisha, sedang berada di taman dekat mall tadi. aku membawa mereka ketempat ini atas saran dari Arya, katanya dia dan tim-nya sedang menuju kemari.
"Ya, benar kata Melani tadi, kenapa Kami dibawa ketempat ini?"
Chyntia mendesak ku, tapi yang kulakukan hanya menyandar pada sebuah tembok yang bergambar mural sambil menatap jam tanganku. –Sekarang sudah menunjukan pukul 19:06. Keisha sepertinya sedang terdiam saat ini, karena aku sama sekali tidak mendengar dia berkicau sedikit-pun.
"Oi, Alien, cepat jelaskan pada Kami sekarang!" Mela berkata seperti itu sambil menarik kerah kemejaku. Matanya yang tajam semakin menajam seraya alisnya yang tipis ditekukan tanda tak senang. Yang bisa kulakukan hanya diam dan memandang kearah jalan raya.
"Yoga, kalau tidak ada yang ingin Kamu katakan, aku akan pulang." Tiba-tiba Keisha berkata seperti itu yang membuat kami bertiga memandang kearahnya.
"Apa maksudmu, Keisha?" Tanya Chyntia.
Dia tidak menjawabnya dan mulai melangkah, tapi baru beberapa langkah berjalan. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat didepan taman. Aku tahu mobil itu, mobil itu adalah mobil yang dipakai oleh Maya untuk mengantar Keisha waktu itu.
“Datang juga….”Aku bergumam dihadapan Mela dan Chyntia yang terihat bingung dengan kejadian yang terjadi.
Perlahan, keluarlah seorang gadis berambut pendek dari kursi belakang mobil itu. Tidak salah lagi itu adalah Maya, mata kucingnya sudah terlihat dari jauh. Dengan cepat Dia berjalan kearah Keisha. Dari pintu itu keluar juga Arya dan Pak Hendrik. Mereka sepertinya hendak menghentikan Maya, tapi, sepertinya usaha mereka sia-sia saja karena kejadian selanjutnya sungguh diluar dugaan.
PLAK!!!
Maya, menampar Keisha....
Suara tamparan itu terdengar sangat keras hingga suara dari kendaraan atau angin yang bertiup kencang pun kalah. Semua orang termasuk aku sendiri, merasa terkejut dengan tindakan Maya itu. Keisha yang kesakitan langsung terduduk diatas lutut sambil memegangi pipi kirinya yang tadi ditampar oleh Maya.
"Maya, apa yang kamu lakukan!" Mela berkata pada Maya yang sedang terengah seperti orang yang sedang menahan emosinya.
Suasana saat ini menjadi mencekam! Bahkan aku pun dapat merasakan amarah yang dikeluarkan oleh Maya menyebar diudara melalui setiap karbondioksida yang ia keluarkan. Disaat seperti itu, Arya datang menghampiriku sambil setengah berlari, Pak Hendrik pun mengikutinya dari belakang dengan santai.
"Ini gawat!"
Itulah kata pertama yang kudengar dari Arya yang sudah sampai didekatku.
"Memang apa yang terjadi?"
Dia terlihat serius dan lalu menoleh kearah Maya yang masih terengah.
"Tadi saat Kami berada ditempat Keisha, Maya mengatakan semuanya."
"Semuanya?"
Dia kembali menatap kearahku disusul dengan anggukan kepalanya.
"Ya, Dia berkata kalau—"
"BERHENTII!!"
Kata-katanya terpotong oleh teriakan Maya yang memecahkan keheningan malam. Sontak semua orang memandang kearah Maya. Dari matanya, aku dapat melihat beberapa bulir airmata yang mulai bercucuran membasahi pipi halusnya.
"BERHENTILAH MEMBUAT ORANG LAIN KHAWATIR!"
Melihat Maya yang membentak Keisha seperti itu, Mela tampak kesal dan bermaksud untuk mendekati Maya, tapi aku dengan sigap langsung menahan syal hijau kesayanganya. Awalnya dia terlihat kesal dengan perlakuanku, tapi setelah ia melihat wajah seriusku, dia langsung menghentikau niatnya untuk menhampiri Maya.
"Kau tahu...." Sekarang sepertinya Maya mulai bisa menahan emosinya. "teman-temanmu, kedua adikmu, Ibumu, bahkan aku... Semuanya.... Semuanya, MENGKHAWATIRKANMU!"
"maaf..." Keisha hanya bisa meminta maaf pada Maya lirih tanpa memandang kearah Maya sedikit pun.
"Berhentilah menyalahkan dirimu sediri... Ayahmu meninggal itu bukanlah salahmu! Dia meninggal, karena memang sudah saatnya untuk dia meninggal." Maya terlihat sangat marah pada Keisha saat ini, tapi Keisha….
"Tidak.... KAU SALAH!" Giliran Keisha sekarang yang membentak Maya.
Keisha mengangkat wajahnya dan memandang Maya dengan tajam lalu berkata.
"Apa Kau tahu penyebab Ayahku meninggal, hah! Ayahku meninggal karena bunuh diri!" Keisha mulai terisak. "Dia bunuh diri karena aku memaksanya untuk membelikanku sebuah kalung yang mahal, padahal aku sendiri tahu waktu itu Ayahku sedang dalam masa-masa sulitnya."
Haah, jadi seperti itu…
"……?!" Maya terlihat makin menajamkan matanya sambil tetap tidak bisa menahan air matanya yang mengalir perlahan. Sedangkan yang lainnya hanya memandang tak mengerti, tapi walaupun begitu aku tahu pasti mereka juga mengerti dengan kata-kata Keisha tadi.
Sambil masih menangis, Keisha mengeluarkan senyuman kecut dan langsung berkata.
"Aku tahu itu salah, tapi sehari sebelum dia meninggal, dia sempat memberikanku sebuah surat. Isinya berbunyi 'Keisha, Anak perempuanku yang manis. Ayah tahu kalau kamu menginginkan kalung itu, tapi kamu juga tahu 'kan keadaan Ayah saat ini. Sebenarnya Ayah juga ingin memberikan kalung itu padamu tapi Ayah tidak bisa, maaf.'. Pada penutup suratnya Ayah berkata, 'Tolong jadilah perempuan yang mandiri dan jagalah adik-adikmu dengan baik!'. Jadi karena itulah aku berkerja hingga larut malam dan menjadi gadis yang mandiri."
Keisha mengatakan dengan terisak semua taentang surat yang diberikan Ayahnya tadi. Sebenarnya aku juga tidak terlalu mengerti, tapi aku tahu kalau Ayah Keisha adalah orang yang benar-benar jujur dan sangat menyayangi anak-anaknya. Sepertinya aku sudah salah menilainya.
"Hei, Keisha... Kau tidak membohongiku lagi, 'Kan?" Maya berkata dengan suara yang berat.
"Tidak…, tidak sama sama sekali." Sambil menggelengkan kepalanya.
"Benarkah?"
"Benar, aku jujur sekarang."
Aku memang tidak ahli dalam mendeteksi kebohongan seseorang, tapi yang kutahu pasti adalah, sepertinya Keisha memang terlihat tidak berbohong sama sekali.
"Baiklah, kalau begitu sekarang giliranku untuk jujur."
Keisha kembali menatap Maya dengan Ekpresi terkejut, tapi belum sempat dia menatap, Maya dengan cepat memeluknya.
Semua orang yang ada disana tertegun melihat adegan barusan.
"Maya…?!"
Keisha hanya bisa mendesah dengan pelukan Maya, saking terkejutnya.
"Kau tahu…? Kamu sama sekali tidak salah, yang patut disalahkan adalah aku...."
Keisha yang tak mengerti dengan ucapan Maya tadi, langsung melepaskan pelukan Maya.
"Maya, maksudmu?"
Terlihat air mata dari sudut mata Maya mulai mengucur, ia menangis terisak dihadapan Keisha.
"Maya...." Chyntia juga terlihat tertegun dengan kejadian yang terjadi saat ini. Mela juga hanya bisa menahan haru dan mengalihkan pandangan-nya dari Maya dan Keisha.
Dengan masih terlihat menangis, Maya mencoba untuk berkata walau masih terisak.
"... Un... Sebenarnya yang... membuat perusahaan ayahmu bangkrut itu adalah... A-a-a..."
"...A...?" Keisha terlihat penasaran.
"AYAHKU!!!" Maya mengatakan-nya dengan lantang.
Keisha terlihat membelalakan matanya atas ucapan Maya tadi. Bukan hanya Keisha, bahkan Mela dan Chyntia-pun tampak terkejut.
"Ayahku lah yang membuat perusahaan ayahmu bangkrut, kau tahu! Jadi, yang harusnya kau salahkan itu adalah... Keluargaku!"
“”””!?””””
Semua yang ada ditempat itu kecuali Pak Hendrik yang sedang menghisap rokoknya terkejut.
"Kenapa...?" Terdengar ucapan lirih dari Keisha.
Heh…?! ternyata dia mengarang cerita waktu di rapat tadi siang…. Kata-kata Maya saat ini benar-benar sangat berbeda dari pada waktu rapat tadi. Saat rapat dia bilang kalau perusahaan ayahnya dan ayah Keisha bangkrut karena ditipu, tapi saat ini seakan ia benar-benar membalikan semua kata-katanya tadi siang.
"Kenapa semua jadi seperti ini?” Keisha terlihat tertekan. “Kenapa, bahkan ternyata keluarga sahabatku sendiri yang telah membuat ayahku bunuh diri... Aku tidak tahu perasaanku saat ini bagaimana…. Disatu sisi aku sedih mendengar bahwa ayahmu-lah penyebabnya, tapi dilain sisi aku juga merasa sangat marah padanya. Aku benar-benar tak mengerti dengan yang kurasakan...." Dia terus mengoceh sambil menangis.
Dari matanya aku dapat melihat sebuah kebimbangan. Disatu sisi orang yang paling ia sayangi—Ayahnya—telah meninggal dan disisi yang lain ia tidak bisa menerima karena ternyata yang menyebabkan ayahnya meninggal adalah keluarga dari sahabatnya sendiri. Aku mungkin agak sedikit mengerti perasaannya saat ini, mungkin dia sangat marah pada keluarga Maya saat ini, tapi dia seperti tak bisa melakukannya pada sahabatnya sendiri.
"....Ternya benar, hidupku memang sudah tidak ada artinya lagi. Tidak ada yang bisa kupertahankan lagi... Ayahku sudah pergi meninggalku, dan kini saat aku mulai menerima keadaan ini, tiba-tiba saja sahabatku sendiri malah mengingatkanku kembali, bahkan dia mengaku kalau ternyata keluarganya lah yang membuat ayahku bunuh diri….”
“……”
“……Ternyata memang benar…Hidupku, hidupku.... HIDUPKU SUDAH TAK BERARTI LAGI...!!"

Dia berkata hidupnya sudah tidak berarti lagi. Cih... aku tidak yakin dia mengerti apa yang barusan dia katakan!
Aku mendekat kearah mereka yang terduduk di lantai keramik taman itu. Sepertinya pada akhirnya memang aku harus ikut campur juga. Arya sempat menegurku saat aku berjalan melewatinya, tapi aku sama sekali tidak mengubrisnya. Saat jarakku dan mereka tersisa 2 meter, aku perlahan menarik nafasku dalam-dalam dan bersiap untuk berbicara.
"BERHENTILAH BERKATA HAL BODOH SEPERTI ITU!!" Dengan sekuat tenaga aku berteriak dihadapan mereka berdua. Hasilnya, bukan hanya mereka berdua saja yang terkejut, bahkan semua orang yang ada disana terkejut.
"Oi, Alien apa yang kau katakan!"
"Yoga, itu terlaru berlebebihan!"
"BERISIK!!"
Aku tidak menanggapi perkataan Mela dan Chyntia barusan, malahan aku berbalik memarahi mereka.
"Apa Kau tahu apa artinya hidup yang tak berguna itu seperti apa?"
Tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Mungkin mereka merasa takut karena baru kali ini melihat aku marah.
"Aku tanya sekali lagi padamu, Keisha…. Apa kau tahu artinya hidup yang tak berarti itu?"
Keisha hanya menatapku tak mengerti.
"APA KAU MENGERTI!?"
Dia langsung tertunduk takut setelah ku bentak. Mungkin saat ini Aku lah tokoh antagonisnya disini.
"Ceh, Kau bilang, Kau adalah orang yang hidupnya paling tak berguna... Heh, omong kosong apa itu!"
"...."
"Kau beruntung 15 tahun mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan sahabatmu. Sedangkan aku..."
Keisha dengan cepat menoleh kearahku dengan tatapan penuh tanya.
"sebaliknya..."
Semua terdiam dengan ucapanku barusan. Maya yang tak mengerti langsung bertanya.
"Maksudmu apa Yoga, aku tak mengerti?"
"Kalian mungkin pernah merasakan kasih sayang dari orang tua, 'kan? Tapi, aku berbeda... Aku sama sekali tidak pernah tahu rasanya kasih sayang itu seperti apa."
………..
"Sejak aku lahir, aku dititipkan dirumah kakek dan neneku. Orang tuaku Menitipkanku karena mereka sibuk berkerja. Mereka hanya datang saat memberi uang tunjangan untukku, lalu setelah itu mereka pergi tanpa berpamitan padaku. Bahkan saat aku berumur 8 tahun, aku memaksa mereka untuk membawaku bersama mereka...."
"Lalu?" Keisha menyuruhku untuk melanjutkan ceritaku.
"Mereka memang membawaku, tapi mereka malah mengabaikanku.... Mereka meninggalkanku dirumah sendiri dan mereka baru pulang jam 10 malam. Mereka terus mengabaikan keberadaanku dirumah, hingga pada saat itu... 12 hari sebelum ulang tahunku yang ke-9, mereka meninggalkanku karena Ayahku mendapatkan perkerjaan diluar negeri. Karena suatu alasan, aku tidak bisa ikut dengan mereka dan mereka lalu meninggalkanku sendiri dirumah itu. Dengan kata lain mereka membuangku..."
Semua terdiam mendengar ucapanku barusan. Mela yang biasanya berisik pun kini hanya terdiam seribu kata.
"Jadi apa kau masih berpikir kalau hidupmu tak berarti?"
Aku melihat Keisha berdiri dan mendekatiku. Aku tak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi setelah dia berada di depanku, ia lalu...
Plaak....!!!
Menamparku....
Tapi tak lama kemudian Keisha meraih kepalaku dan menariknya kearah bahu kirinya. Saat ini aku dapat kembali mencium aroma tubuh gadis manis yang berada dihadapanku ini. Selain itu Keisha mulai mengalungkan tangannya dileherku. Aku dapat merasakan kehangatan dari tubuhnya yang mungil, ingin sekali aku memeluknya balik, tapi entah kenapa hatiku tidak siap. Aku merasakan airmatanya mengucur di belakang telingaku, sensasi geli dan hangat terasa di telinga kiriku.
"Yoga, maaf..." Dia berkata lirih tepat didepan telingaku.
"....."
"Aku memang terlalu egois dan kekanakan, sehingga tak sadar kalau ada orang lain selain diriku yang hidupnya lebih menyedihkan. Maaf..."
"…Tidak apa-apa.... Tidak ada yang harus kumaafkan." Kataku dengan nada yang berat.
Tapi kejadian setelah ini benar-benar tidak kuduga.
Chup…
Keisha, Dia mengecup pipi kiriku yang tadi Dia tampar...
Apa ini? Aku baru saja dicium oleh seorang gadis yang seusia denganku?! Ah, bukan…, ini pertama kalinya pipiku dicium oleh seseorang...
Deg! Deg!
Aku hanya bisa tercengang tanpa bisa melakukan apa-apa.
"A-apa itu...?!"
"Ke-ke-keisha... A-apa yang kau lakukan?!"
"Ka-ka-kalian..."
"Ci-cium?!"
Terdengar suara keheranan dari Mela, Chyntia, Maya dan Arya. Keisha yang mendengar tanggapan dari yang lainya, terlihat kikuk dan wajahnya memerah. Dengan cepat ia berlari dari tempat itu karena malu adegan intimnya tadi disaksikan oleh orang lain.
"A-a-aku pulang...!" Itulah kata-kata terakhirnya sebelum ia pergi dan dikejar oleh Chyntia.
Apa tadi itu? Aku masih tidak mengerti dengan yang terjadi barusan. Dia mengecup pipiku, ‘kan? Rasanya kehangatan bibirnya tadi telah meredakan rasa sakit yang kurasakan dipipiku tadi.
Deg…. Deg….
Entah kenapa jantungku berdetak lebih kencang dari biasanyaa…… apa ini yang namanya cinta? Entahlah, yang kutahu saat ini Keisha sudah pergi dari tempat ini dengan keadaaan malu.

"Berakhir juga..." Maya mendesah lemas.
"Kerja yang bagus Yoga!" Arya berkata padaku senang.
Bug...!
Mela yang ada dibelakangku langsung memukul punggungku dengan telapak tangannya. Terlihat senyuman yang besar dibibirnya yang tipis.
"Cerita yang bagus, Yoga. Aku tak menyangka kau bisa membuat cerita seperti itu dan membuat seorang gadis mencium pipimu... Hahahaha... Kau memang Madesu sejati!"
Heeee…?!
Bisa-bisanya dia berkata seperti itu, padahal aku sudah mengatakan semua kejadian yang sesungguhnya, tapi dia pikir aku hanya mengada-ada saja. Heh, dasar wanita bodoh.... kenapa dia selalu membuatku merasa tidak enak hati seperti ini? Apa dia tidak punya perasaan apa? Sial!!!
“Eh, kenapa kau, Alien?”
“Aku tidak mengada-ada….”
“Alien, apa yang kau katakana? Aku tidak bisa mendengarnya.”
"AKU TIDAK MENGADA-ADA!!!"
Aku berkata dengan nada tinggi. Mela tercengang dan tidak bisa berkata apapun. Sebenarnya, apa dia mengerti apa yang kukatakan tadi, atau dia hanya pura-pura saja tidak tahu. Dasar bodoh!
"Aku pulang." kataku sembari meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat dan mengabaikan semua orang yang memandangiku miris.

[Bagian 2]
Keesokan harinya aku bersiap menuju kesekolah. Kemarin malam adalah malam yang panjang bagiku, bahkan saat pulang kerumah pun aku masih memikirkannya, sampai aku tidak bisa tidur malam itu.
“Mela bodoh…. Kau memang tidak cocok menjadi seorang perempuan….”
Aku berceloteh sendiri dikamarku sendiri dan tak lama kemudian langsung berjalan dengan malas menuju ke kamar mandi untuk bersiap pergi kesekolah.

Ting-tong!
Saat Aku sedang menggosok gigiku, tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi Sepertinya itu Mela. Karena tidak ada teman-temanku yang tahu rumahku, jadi aku berpikir kalau itu adalah Mela.
"Haah..., apa-apaan orang itu? Ini ‘kan baru jam 6 pagi." Aku mengutuk kedatanganya pagi-pagi seperti ini, karena jam pertama sekolah saja baru dimulai jam setengah delapan, jarak dari rumahku menuju sekolah pun hanya 20 menit. Jadi menurutku masih terlalu awal untuk pergi kesekolah.
Aku dengan berat hati pergi kearah gerbang rumahku. Disana aku melihat Mela sedang menunggu didepan gerbang sambil memandang malu padaku. Aku membuka pintu gerbang itu.
"Ada apa?"
"Eh, itu..., Yo-yoga... Maksudku Alien!"
Dia bepikir...
"Kalau tidak ada apa-apa, aku tutup lagi..."
Saat aku mencoba menutup gerbang itu, dengan cepat Mela menahanya.
"...Tunggu, biarkan aku masuk!"
pada akhirnya, aku mengijinkanya masuk kedalam rumahku. Dia terlihat kikuk melihat pemandangan didalam rumahku yang penuh dengan barang-barang mewah seperti tv 32", jam antik, dan tentu saja sebuah lukisan seorang penari Bali yang menggantung di dinding rumahku.
"Ja-jadi kau tinggal disini sendiri?" Mela bertanya padaku dengan ragu.
"Tentu saja.... Bukanya Kau sudah tahu...."
"Y-ya, aku juga tahu..."
"Terus apa maumu datang kerumahku? Apa kau mau menertawakanku lagi?" Tanyaku ketus.
“Ti-tidak lah!” Dia tampak marah dengan pertayaaanku tadi.
“Terus kalau begitu apa maumu?”
Dia tampak ragu tapi kemudian Dia mulai mengeluarkan suaranya.
"Aku mau minta maaf soal yang kemarin...."
"Aku menolaknya."
"Eh..., kenapa?!"
Dia memandangku tak percaya. Aku sendiri hanya menghela nafas lalu berkata dengan santai.
"Karena tidak ada yang perlu kumaafkan, benar 'kan? Lagian aku sudah biasa diperlakukan seperti itu..."
"Tapi... Tapi...."
Dia mencoba menjelaskan tapi aku memotongnya dengan berkata.
"Sudah berisik, aku mau mandi dulu... Oh iya, jangan ngintip ya!"
Dia memanyunkan bibirnya dan berkata...
"Mana mungkin aku mau!"
Aku pun mandi dan meninggalkan Mela sendiri diruang tamu. Saat aku selesai menggunakan seragam sekolah, aku mencium sebuah aroma aneh dari arah dapur. Ini seperti aroma makanan yang sangat lezat, aku tahu apa ini! Aroma ini sama seperti aroma telur goring! Saat kulihat kearah dapur ternyata...
"A-apa ini…?!"
Aku memekik melihat pemandangan yang ada dihadapanku. Dua buah piring berisi nasi goreng tersaji dimeja makanku.
"Me-mela, apa maksudnya ini semua?"
"Melani!"
"Terserah! Ngomong-ngomong ada apa ini?"
"Aku membuatkanmu sarapan tahu..."
"Aku tahu itu! Tapi kenapa tiba-tiba seperti ini?"
"Itu karena aku berpikir, kalau kau itu hidup sendiri, berarti kalau Kau hidup sendiri kau melakukan semuanya sendiri... Tapi waktu aku meminta makanan padamu waktu itu, Kau malah memberiku makanan bungkus yang dibeli dari toko swalayan..."
"Terus intinya apa dari pembicaraanmu tadi?"
"Intinya, walaupun kau hidup sendiri, tapi kau tidak bisa memasak dan lebih memilih makan makanan instan atau pergi kerestoran, bukan?" Dia berkata seperti sedang mengejekku.
"Kalau memang iya kenapa?"
Dia menunjukan senyuman kemenangan diwajahnya.
"Oh iya, anggap saja ini adalah wujud permintaan maafku padamu!"
Jawabnya dengan tenang. Kontan saja hal ini membuatku menyipitkan mataku tanda tak senang.
"Kan sudah kubilang Kau tidak perlu—"
"Berisik! Ayo cepat makan sarapanmu sebelum dingin!"
Dia memotong ucapanku! Aku yang tidak punya pilihan lain, hanya bisa mengikuti perintahnya, dan mulai memakan nasi goreng tersebut.
Saat aku sedang mengunyah nasi goreng itu…
"Eh, aku tidak menyangka masakanmu ternyata enak juga." Aku memujinya.
"Kenapa Kau memuji dengan nada merendahkan seperti itu?"
"Benarkah, maaf~" Aku berkata sambil menggodannya dengan nada bicaraku yang dingin.
"Ah sudahlah, jangan dipikirkan..." Sambil memasukan sesendok nasi berwarna coklat itu kemulutnya.
"Ngomong-ngomong, Alien.... Bagaimana perasaanmu p-pada Keisha setelah kejadian kemarin malam?" Dia mengatakan sebuah kalimat yang pelan, hampir tidak bisa kudengar.
"Bisa kau ulangi sekali lagi? Aku tidak bisa mendengarnya."
Wajahnya mendadak menjadi merah...
"Su-sudah lupakan saja!"
Dia berkata dengan ketus dan mengalihkan pandanganya dariku. Sudahlah, mending aku makan lagi saja.
"Hmmp, hampir lupa..."
Bug!
Sebuah benda berbentuk seperti kotak nasi ia letakan dimeja.
"Apa lagi itu, Mela?"
"Ini bekal nasi untukmu, jadi terimalah!"
"Untuk apa?"
"Tentu saja sebagai permohonan maaf dariku, bodoh!"
Walaupun Dia terlihat marah padaku tapi terlihat mukanya menjadi merah karena malu.
"Sudahlah, ayo terima ini!"

Dia menyodorkan kotak nasi itu padaku malu-malu. Saat seperti ini aku dapat melihat wajahnya yang merah padam seperti gadis normal pada umumnya. Ya, dia seperti seorang gadis manis yang sangat imut, tapi tentu saja aku hanya bercanda….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar