[Bagian 1]
Pertanyaan Arya :
Kenapa sampai Kepala Sekolah memanggilku
keruanganya, ya?
Ria :
Mungkin ada yang ingin Kepala Sekolah
informasikan padamu.
Arya :
Aku juga berharap seperti itu.
Melani :
Sepertinya kau dalam masalah, Arya.
Arya :
Ja-jangan menakutiku!
Reni :
Sepertinya aku mencium bau berita yang
menggemparkan disini.
Arya :
Tolong jangan menjawab dengan kata-kata
yang ambigu seperti itu!
Sesampainya didepan ruang kepala sekolah, aku dan Arya mengetuk pintu
ruangan tersebut. Tapi belum sempat pintu dibuka, seorang laki-laki berwajah
ganteng menegur kami. "Hai." Katanya. Dari suara dan nada bicaranya aku
tahu kalau itu guru wali kelas Kami, Pak Hendrik, dengan senyuman khasnya yang sangat menjijikan. Apa yang ia lakukan disini,
apa jangan-jangan dia juga dipanggil kesini?
Perlahan Pak Hendrik mulai mendekat.
"Hai, apa kabar? Mau keruang kepala sekolah juga?" Dia
bertanya pada Kami dengan senyuman khasnya. Cih, tolong hentikanlah senyumanmu itu!
Kami hanya mengangguk menanggapapi pertanyaan-nya tadi.
Perlahan Pak Hendrik membuka pintu
ruang kepala sekolah itu. Seketika tercium wangi yang sangat harum dari dalam
ruangan itu, sepertinya ruangan ini memakai pengharum ruangan ruangan. Curang,
benar-benar curang!
Kami bertiga masuk kedalam ruangan yang harum itu dengan tenang.
"Kalian lama sekali!" Terdengar suara yang kukenal berasal
dari dalam ruang ini.
Tidak salah lagi itu adalah suara merdu Maya. Gadis yang memiliki mata yang tajam seperti kucing itu sedang berdiri
menyilangkan tanganya dan memandang sinis kearah kami. Apa yang ia lakukan
disini, bukanya hanya kami berdua saja yang disuruh ke-ruangan ini?
"Maya, apa yang kamu lakukan disini, bukanya hanya kami saja
yang dipanggil kesini?" Arya bertanya pada Maya apa yang sedang ia
lakukan.
"Haah... Tentu saja, karena tadi akulah yang memanggil kalian
kemari dengan pengeras suara." Dengan ketus Maya menjawab pertanyaan Arya tadi.
Oh, ternyata tadi yang memanggil kami adalah dia. Tapi suaranya 'kok
beda?
"Yoga kenapa Kau memandangku tak percaya?"
"Tidak apa-apa."
<skip>
Maya mendesah lalu setelah itu ia memandang kearah meja yang
bertuliskan "kepala sekolah" pada dibagian depan-nya. Kami –Aku dan
arya– juga mengikutinya memandang kearah meja itu, sedangkan Pak Hendrik
terlihat pergi kearah jendela disebelah kanan meja itu.
Setelah tiba didepan jendela, ia lalu merogoh sesuatu dikantung
celana katun-nya. Saat kulihat ternyata dia mengambil sebuah bungkus rokok Marlcoro dan sebuah pematik, lalu tanpa menghiraukan
kami, dia menyalakan rokok itu didalam ruangan.
Maya sepertinya tidak mempermasalahkan tentang Pak Hendrik dan hanya
melangkah mendekati meja kepala sekolah lalu berkata.
"Semua sudah ada disini, selanjutnya apa lagi?" Dia
bertanya pada seseorang yang duduk di kursi yang menghadap membelakangi kami.
Tapi dari kursi itu aku tidak melihat ada siapapun disana.
"Oh... Bagus, kalau begitu Kita mulai saja." Terdengar
suara seorang wanita dari kursi itu.
Perlahan kursi itupun berputar. Aku ingin sekali melihat siapa yang
duduk disana, sepertinya dia adalah kepala sekolah. Baguslah, aku ingin tahu bagaimana
wajah Kepala sekolahku yang berhasil membuatku tersiksa itu.
Kursi sudah berbalik sepenuhnya, tapi…
Eh... Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.
"Maya itu anak siapa?"
Tentu saja aku menunjuk kearah kursi yang berbalik tadi. Disana aku
melihat seorang Anak Kecil dengan rambut pirang sedang duduk manis dikursi
tersebut. Dia mengenakan setelan kantor yang lengkap dengan blazer yang
terlihat mahal. Oi, oi, apa ini termasuk bagian dari pesta Cosplay-nya Maria?
Gadis tadi terlihat marah padaku dan berkata.
"Oi, Madesu... Beraninya Kau menyebut Kepala sekolahmu sendiri
anak kecil!"
“Ah... anak itu kepala sekolah… serius??”
<skip>
"Aku ini adalah guru paling pintar disini. Maka dari itulah aku
dijadikan kepala sekolah disini. Walaupun agak menyusahkan juga sih."
Dia curhat!
"Loli, sudahlah jangan marah seperti itu, berisik!" Pak
Hendrik menegur kepala sekolah.
Ternyata namanya Loli, memang cocok dengan karakteristiknya.
"Uuh... Hen, aku hanya ingin mengingatkan bocah Madesu
ini."
Siapa yang kau panggil Madesu, anak kecil?
"Aku tahu itu. Tapi bisakah kau tidak mengangguku yang sedang
menikmati rokokku ini!"
Mereka bertengkar. Tapi di penglihatanku aku hanya melihat seperti
pertengkaran antara adik dan kakak.
"Ueh... Hen, Kamu jahat banget sama aku..."
"Heh, Berhentilah bertingkah seperti anak Kecil, Bodoh!"
Hmm... Baru kutahu ternyata Pak Hendrik tidak sebaik seperti saat dikelas.
Contohnya saat ini, dia bisa membuat sedih kepala sekolah yang imut ini dengan
kata-katanya yang kasar. Ngomong-ngomong, baru kali ini aku melihat dia
mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu, biasanya dia sok manis di kelas, tapi
baru kali ini dia mengeluarkan sifat aslinya. Apa ini yang disebut Alter Ego?
Melihat Kepala sekolah Loli dan Pak Hendrik sedang bertengkar, Maya
hanya bisa menghela nafasnya. Kemudian dia menatap kearahku dan Arya seraya
berkata. "Hah, mereka ini dari dulu tidak berubah..."
Aku dan Arya hanya hanya bisa saling menatap satu sama lain. Tapi kalian
jangan meng-salah artikan adegan ini.
"Oh iya, Maya. Sebenarnya kenapa kamu memanggil kami
berdua?" Arya tiba-tiba bertanya pada Maya.
"Ya, Aku juga ingin tau kenapa?"
"Sebenarnya kalian dipanggil kesini karena Keisha."
"Keisha? Maksudmu apa, Maya?" Aku bertanya pada Maya,
kenapa Dia membawa-bawa nama Keisha.
"Kamu pasti sudah tahu bukan, tentang masalah yang dialaminya.
Dia ‘kan sudah
menceritakan semuanya di tempat karaoke kemarin."
"Oh, itu... Eh, darimana Kau tahu Dia menceritakan masalahnya
padaku waktu itu?! Bukanya kau tidur?"
"Tidak, aku tidak tidur! Aku mendengar semua yang kalian bicarakan."
"Heeh..., padahal aku sudah berjanji untuk tidak
memberitahukan-nya."
"Aku tahu, aku tahu.... Sebenarnya aku tidak berminat mendengar
pembicaraan Kalian, yang kutakutkan hanyalah Kau melakukan hal yang tak baik
pada Keisha, jadi aku terpaksa memperhatikan kalian sambil berpura-pura
tertidur."
“…Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu…” Dingin.
"Tapi ternyata Kamu tidak seperti yang kukira. Memang kita
tidak boleh melihat seseorang dari fisik-nya saja."
"Memang mukaku terlihat seperti orang jahat apa!?"
Dia mengangguk.
"Ha…, aku memaag terlihat seperti orang jahat, benar ‘kan ?"
"Yoga, bertahanlah! Walaupun wajahmu terlihat jahat, tapi aku akan
tetap jadi temanmu…"
"Terimakasih Arya atas ejekannya…. Rasanya ingi mati saja…".
<skip>
"Kalau aku, kenapa aku juga dipanggil kesini?"
“Ya, pertanyaan yang bagus. Kenapa Si Cowok Crossdresser ini juga dipanggil kesini?”
Arya terlihat bingung dengan kata-kataku tadi.
"Se… Sebenarnya... itu… itu.... Ah... sudahlah! Tanyakan saja
pada orang-orang itu." Sambil menunjuk kearah Pak Hendrik ban Bu Loli.
Apa-apaan itu? Kenapa Dia terlihat malu seperti itu?
Bu Loli sekarang sedang menyeka air matanya dan lalu memandang kami
bertiga dengan tatapan serius.
"Arya, Maya dan Yoga. Sepertinya kalian sudah tahu tentang
kenapa kalian dipanggil kesini."
Arya mengangkat tanganya dan lalu berkata. "Bu, sebenarnya Saya
belum tahu alasan saya dipanggil kesini."
"Eh... Benarkah!" Dia terkejut?! Imutnya...! Dia kembali
melanjutkan kata-katanya "Sudahlah, nanti juga Kau tahu. Maya tolong
ambilkan berkas itu."
Maya menyerahkan sebuah map yang sedari tadi ia bawa. Bu Loli
membaca map itu dan lalu berkata dengan lantang.
"Kalian bertiga akan saya akan memberikan sebuah misi."
Misi apa?
"Kalian harus bisa membuat Keisha berhenti untuk bekerja sampai
larut malam."
"Instrupsi!" Aku mengangkat tanganku dan mulai bertanya.
"maaf, tapi apakah ibu tahu kenapa Keisha bisa sampai berkerja?" Ya,
Aku hanya bisa berkata seperti itu. Lagi pula apakah Bu Loli tahu kalau alasan
Keisha itu sangat penting bagi keluarganya Keisha.
"Aku tahu. Maya menjelaskannya kemarin. Semuanya termasuk semua
hal yang belum Kamu ketahui." Dia berkata dengan tenang.
"Yang belum kuketahui? Perasaan kemarin Keisha sudah menjelaskan
yang terjadi semuanya. ...Ya, benar, Dia menceritakan semuanya. Bahkan aku
masih ingat semua perkataanya!"
"Tetapi, semua yang Keisha katakan padamu hanya pandangan dari
sudut pandang-nya saja. Bagaimana dengan sudut pandang gadis yang satu ini?"
Bu Loli menunjuk Maya yang sedang tertunduk sedih.
Tunggu, apa artinya ini semua? Kenapa Maya juga jadi dibawa-bawa?
Perlahan Maya mulai mengeluarkan suaranya.
"Sebenarnya, Aku dan Keisha dulu waktu kecil pernah berteman
baik. Kalau bisa dibilang dia adalah teman pertamaku." Matanya mulai
berkaca-kaca. "Ayahnya adalah teman seperjuangan Ayahku dulu. Mereka
membuat sebuah usaha bersama dan karena itu Keisha selalu datang kerumahku
bersama Ayahnya."
"Terus apa hubungannya dengan kasus yang dialami oleh Keisha?
Apa ayahmu yang membuat Ayah Keisha bangkrut?"
Arya terlihat bingung dengana kata-kataku tadi, tapi sebaliknya Maya malah memandang tajam padaku.
"Tentu saja tidak, Bodoh!"
"……"
"Se-sebenarnya Ayahku juga menjadi korban penipuan yang sama
dengan Ayahnya Keisha, karena Mereka adalah teman satu perusahaan. Me-mereka
berdua ditipu oleh seseorang hingga usaha mereka bangkrut!"
Aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak, tapi yang bisa kulakukan saat ini adalah mempercayainya. Walaupun begitu, aku harus berhati-hati dengan kata-katanya tadi.
“…Begitu rupanya, maafkan aku karena telah salah sangka padamu.”
Kataku pelan.
"Tapi sebenarnya usaha Mereka tidak benar-benar bangkrut!"
Maya kembali berkata.
"…Apa maksudmu?"
Maya kembali menyilangkan tangannya dan memejamkan matanya dengan
angkuh. Setelah itu Maya pun lalu menjawab pertanyaan ku.
"Sebenarnya, Ayahku berhasil meneruskan usaha bisnis yang
Mereka geluti. Sedangkan Ayahnya Keisha malah putus asa dan bunuh diri.
Sebenarnya keluarga Keisha masih mempunyai saham diperusahaan itu, tapi Ayahku
tidak bisa menemukan keberadaan mereka, yang Ia tahu Ayah Keisha sudah tewas bunuh
diri…."
Aku memang tidak terlalu mengerti tentang bisnis– "Tapi Ayahmu
datang ke pemakaman Ayahnya Keisha, 'kan ?"
Dia menggeleng lalu berkata. "Kalau Ayahku tahu, pasti Dia
sudah datang, tapi kenyataanya Ayahku tidak tahu menahu...tentang pemakaman Ayah
Keisha."
Wajahnya menjadi lebih sedih dari sebelumnya. Hmm… ini benar-benar
sebuah masalah yang sangat berat.
"Tapi Maya, ada sesuatu yang mengganjal dihatiku saat
ini." Arya sepertinya sudah mengerti tentang yang kami bicarakan dan mulai
bertanya pada Maya. "kenapa Ayah Keisha itu sampai bunuh diri?"
Pertanyaan yang bagus Arya, Aku juga ingin mengetahuinya.
Maya menundukan wajahnya dan mulai berkata dengan ragu.
"K-kalau menurutku, mungkin Ayahnya Keisha mengira Ayahku –mencuri
perusahaanya. Padahal sebenarnya, A-ayahku
hanya meneruskan usahanya saja, dan Ayahku juga masih menuliskan nama Ayah
Keisha sebagai owner perusahaan
tersebut. Tapi, D-dia tidak menyadarinya…, mungkin…."
Kalau memang benar apa yang Ia katakan barusan, Aku tidak menyangka
Ayah Keisha itu sebodoh itu. Aku saja yang masa depannya suram ini pasti tak
akan melakukan sesuatu seperti yang ia lakukan. Bunuh diri dan meninggalkan
Keluarganya dengan penuh tanda tanya seperti itu adalah sebuah keputusan yang
sangat bodoh! Apalagi karena Dia melakukan hal semacam itu, Anak perempuan
manisnya menjadi tersiksa karena menyangka Dia-lah yang menyebabkan Ayahnya bunuh
diri.
Suasana jadi canggung saat ini. Aku pun hanya bisa terdiam membisu.
Maya dan Arya juga sepertinya juga tidak mempunyai sesuatu untuk dibicaran.
Jadi Kami bertiga hanya terdiam terpaku ditempat kami berdiri.
"Berhentilah menunjukan wajah berduka seperti itu, bocah!
Semakin lama aku melihatnya semakin aku ingin muntah."
Pak Hendrik memarahi kami karena wajah sedih yang kami tampakan
padanya. Sambil menghembuskan asap dari mulutnya ia lalu berkata pada Bu Loli.
"Cepatlah katakan sesuatu pada mereka, aku bosan melihat
wajah-wajah itu!" Begitulah yang ia katakan.
"Hah.... Baiklah." Bu Loli mengiyakan permintaan Pak
Hendrik tadi. Bu Loli lalu berkata dengan wajah serius. "Maya, Arya dan
Yoga. Tolong dengarkan aku sebentar! Sekarang aku akan membagi kalian tugas
masing-masing untuk misi pertama ini."
Sebuah misi, andai saja aku bisa senang mendengarnya.
"Pertama, Maya dan Arya. Kalian pergi kerumah Keisha bersama
Pak Hendrik untuk berbicara pada Ibu Keisha agar melarang Keisha untuk kerja
sampai malam lagi. Mengerti?"
"Ya."
"Ba-baik...."
Maya dan Arya mengkonfirmasi arahan Bu Loli tadi.
"Kalau aku, Bu?" Aku bertanya padanya.
Dia menghela nafasnya.
Oi, Kau telihat seperti meremehkanku!!
<skip>
"Yoga, tugasmu hanya membuat Keisha sibuk untuk
sementara."
"Kenapa aku harus membuatnya sibuk?"
"Karena, bila Dia mengetahui kejadian yang sebenarnya,
kemungkinan 20%, Dia akan membenci Maya."
"Memang kenapa, toh hanya 20% ini. Masih dibawah 50%, tenang
saja."
"Tenang saja, mukamu! Satu persen kemungkinan saja dapat
merubah kehidupan seseorang, bagaimana kalau dua puluh, dasar MADESU!"
Ya, aku memang memiliki masa depan yang suram. Jadi bicaralah
semaumu.
"Terus bagaimana aku harus membuatnya sibuk? Ah... bukanya Dia
itu berkerja? Sepertinya perkerjaannya akan membuatnya sibuk, jadi aku
sepertinya tidak dibutuhkan disini."
Bu Loli sepertinya terlihat marah dengan tanggapanku tadi.
"Dasar tidak berguna.... Maya katakan padanya!" Dia
menyuruh Maya untuk berkata sesuatu.
Lalu Maya berkata padaku dengan malas, "Sebenarnya Dia sedang
libur hari ini."
Ah.... Sebuah kata-kata yang tak ingin kudengar….
"Jadi bagaimana keputusanmu?" Tanya Bu Loli dengan wajah
licik.
"…Tidak ada pilihan lain lagi, aku harus mengikuti
perintahmu."
"Baguslah kalau Kau mengerti."
Terserah, aku sebenarnya tidak mau melakukan-nya, tapi aku berpikir
kalau mungkin ini terakhir kalinya aku bertemu dengan kepala sekolah pandek
ini, jadi aku harus menghormatinya. Lagipula aku tidak akan melakukannya, aku
hanya berbohong tadi.
"Baiklah semua.... Bubar!"
"Tunggu dulu..., kalau boleh aku tahu kapan Kami harus
menjalankan misi ini?"
Bagus Arya, aku juga ingin tahu. Tunggu, aku sepertinya sudah
mengangatakan itu sebanyak tiga kali, seperti iklan saja.
"Hari ini."
""He-eh...?!""
Aku dan Arya terkejut. Bagaimana tidak terkejut, Dia sangat mendadak
mengatakanya! Aku kira misi ini akan dimulai nanti, bukan hari ini juga...
"Apa Kau tidak tahu? Bukanya Maya sudah memberitahumu
tadi?"
"Haah? Kapan Dia...." Tentu saja, Maya sudah mengatakanya
tadi. "Sebenarnya Dia sedang libur hari ini." Aku sudah mendengarnya.
Aku lihat Rokok Pak Hendrik mulai habis. Setelah Dia puas merokok,
Dia pun lalu membuang puntung rokok itu ke jendela. Oi, Kau tahu, Kau bisa
dipenjara bila membuang puntung rokok sembarangan seperti tadi. Dia lalu
berjalan kearah Kami. Benar-benar tidak peduli!
"Sudahlah Kalian jangan mengeong terus seperti anak kucing!
Kalian ini laki-laki, jangan buat banyak alasan, cepatlah berkerja." Dia
menarik-ku dan Arya keluar dari ruang kepala sekolah. Ha-ah.... Sepertinya
masalahku bertambah lagi! Tuhan tolonglah hambamy ini….
[Bagian 2]
Sesampainya dikelas, aku mulai duduk dibangku kesayanganku. Di
sampingku, Mela, sedang memandangku kesal.
"Kenapa mukamu seperti itu?"
"Kau cari tahu saja sendiri?"
Baiklah kalau begitu aku hiraukan saja Dia...
"Kenapa Kau diam saja?" Mela bertanya padaku.
"Memangnya kenapa kalau aku diam?"
"Tidak apa-apa."
"Kalau begitu aku diam saja." sambil mengalihkan
pandanganku.
"Haa.... Sudahlah, apa Kau masih ingat janjimu tadi pagi?"
"Janji apa?"
"Kau lupa?"
"Tentu saja." sambil tersenyum.
Dia mendesah sesaat namun kemudian mulai berbicara kembali.
"Kau kan
janji untuk membantuku menyelesaikan masalah Keisha."
Haah... Apakau itu dewa. Aku ingin mengatakan itu dengan dingin
padanya, tapi tidak usah, karena melelahkan sekali.
"Kalau begitu aku bantu dengan do'a."
Dia terlihat kesal padaku. Tapi saat Dia kesal seperti itu, Dia
makin terlihat manis. Aku bercanda~.
<skip>
"A-apa-apaan itu? Aku tidak mau tahu pokoknya kamu harus
membantuku sepenuh hati, jangan berdoa doang!"
"Ya, ya..."
Ah, Aku baru saja mendapatkan sebuah ide!
"Hey, Mela..."
"Melani!"
"Ya, terserah. Aku ada ide bagaimana cara menyelesaikan masalah
Keisha."
"Benarkah apa itu?!" Dia terlihat antusias.
"Sebenarnya sih, bukan tentang menyelesaikan masalah, tapi ini
hanya untuk membuanya sedikit bersenang-senang."
"Hah, Kau bisa serius sedikit tidak? Tujuan Kita ‘kan untuk membantu
masalah Keisha, kenapa jadi main-main seperti itu!"
"Ehh, Kau tidak mengerti, hanya dengan membuatnya bahagia kita
sedikitnya bisa mengurangi masalahnya, ‘kan ?"
"Hah, aku tidak mengerti dengan yang Kau katakan."
"Tidak apa-apa, yang penting Kau ikuti saja yang kukatakan
semua pasti beres."
"Tunggu, kenapa Kau berani-beraninya menyuruhku seperti itu?
Memang siapa pemimpinya disini?"
"Itu tidak perlu kita pikirkan dulu, yang harus kita pikirkan
adalah bagaimana membuat Keisha bahagia, bukan begitu?"
"Benar juga katamu tadi." Dia terlihat mengangguk.
"terus apa rencanamu itu?"
Aku menjelaskan padanya tentang rencanaku untuk membuat Keisha
bahagia itu, tapi sebenarnya aku hanya ingin membuat Keisha sibuk saja seperti
yang Kepala sekolah kecil itu instruksikan. Sebenarnya aku hanya akan
menyerahkan tugas ini pada Mela, jadi aku tidak perlu melakukan misi bodoh ini,
benar ‘kan ?
"Baiklah kalau begitu. Kapan mulainya?" Mela bertanya
padaku kapan rencanaku tadi dimulai.
"Hari ini..."
"Hah?!" Reaksinya sama sepertiku tadi saat diruang kepala
sekolah. "hari ini? Kenapa mendadak?"
"Karena hari ini Keisha libur kerja."
"Eh?! Kenapa Kau bisa tahu?" Dia terlihat bingung.
"Hmm... Eh... Itu..." Bagaimana aku harus menjawab
pertanyaan-nya, yah? Aku berbohong saja, lah! "Keisha yang bilang
padaku..."
"Hah, aku tidak menyangka kalau hubunganmu bisa sedekat itu
dengan Keisha? Tapi sudahlah aku setuju saja, lah, agar cepat selesai."
Jangan salah paham, Mela! Aku ingin sekali berkata seperti itu, tapi sepertinya tak perlu.
Lagian ini bukan cerita komedi romantis, tapi ini adalah cerita tragedi yang
tragis. Seorang anak laki-laki yang terkurung dalam ruangan dengan para Gadis
bermasalah dan seorang laki-laki berpakaian perempuan. Mungkin bagian yang
paling menakutkan adalah orang terakhir kusebut tadi.
<skip>
Tolong hiraukan saja narasi yang tak bermutu tadi. Kita kembali
lanjutkan…
"Kalau begitu aku tunggu di gerbang sepulang sekolah!"
“Eh, buat apa kau menungguku?”
“Tentu saja, kita ‘kan
pergi bersama….”
“Memang siapa juga yang akan ikut.”
“Heeh…, Kau ini bagaimana? Kau yang mengajaku, jadi Kau juga harus
ikut.”
“Tidak mau!” Tak peduli.
“Apa, Alien… aku tidak bisa mendengarmu?”
Heeh…, kenapa kau menunjukan kepalan tanganmu itu padaku? Dan kenapa
kau terlihat seperti seorang psikopat seperti itu?! Sial…, dia membuatku
terpojok lagi!!!
“Baiklah, aku menyerah….”
Dia tersenyum dan lalu mengalihkan perhatianya pada guru yang baru
saja datang. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, dia sangat manis kalau
sedang tersenyum seperti tadi! Tapi aku juga sudah katakan sebelumnya, aku
hanya bercanda, tidak sungguhan.
Aku berharap nanti sepulang sekolah rencanaku akan berjalan dengan
baik. Bukanya aku ingin membuat misi ini berhasil, tapi hanya ingin cepat berakhir
saja. Aku sudah malas, aku ingin secepatnya bersantai dirumah nonton tv dan
memakan cemilan sepuasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar