Senin, 14 Juli 2014

Bab 11 – Masa Lalu Mereka...

[Bagian 1]
Pertanyaan Maya :
Apa yang harus aku lakukan pada Keisha nanti?

Ria     :  Tenanglah, Maya...
Maya  :  ........

Rika   : Maya tenanglah...
Maya  :  ........

Maria :  Maya, jangan melakukan yang tidak-tidak-nyan!
Maya  :  ........

"Kenapa Kita dibawa kesini?" Mela bertanya padaku.
Saat ini Aku, Mela, Chyntia dan Keisha, sedang berada di taman dekat mall tadi. aku membawa mereka ketempat ini atas saran dari Arya, katanya dia dan tim-nya sedang menuju kemari.
"Ya, benar kata Melani tadi, kenapa Kami dibawa ketempat ini?"
Chyntia mendesak ku, tapi yang kulakukan hanya menyandar pada sebuah tembok yang bergambar mural sambil menatap jam tanganku. –Sekarang sudah menunjukan pukul 19:06. Keisha sepertinya sedang terdiam saat ini, karena aku sama sekali tidak mendengar dia berkicau sedikit-pun.
"Oi, Alien, cepat jelaskan pada Kami sekarang!" Mela berkata seperti itu sambil menarik kerah kemejaku. Matanya yang tajam semakin menajam seraya alisnya yang tipis ditekukan tanda tak senang. Yang bisa kulakukan hanya diam dan memandang kearah jalan raya.
"Yoga, kalau tidak ada yang ingin Kamu katakan, aku akan pulang." Tiba-tiba Keisha berkata seperti itu yang membuat kami bertiga memandang kearahnya.
"Apa maksudmu, Keisha?" Tanya Chyntia.
Dia tidak menjawabnya dan mulai melangkah, tapi baru beberapa langkah berjalan. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat didepan taman. Aku tahu mobil itu, mobil itu adalah mobil yang dipakai oleh Maya untuk mengantar Keisha waktu itu.
“Datang juga….”Aku bergumam dihadapan Mela dan Chyntia yang terihat bingung dengan kejadian yang terjadi.
Perlahan, keluarlah seorang gadis berambut pendek dari kursi belakang mobil itu. Tidak salah lagi itu adalah Maya, mata kucingnya sudah terlihat dari jauh. Dengan cepat Dia berjalan kearah Keisha. Dari pintu itu keluar juga Arya dan Pak Hendrik. Mereka sepertinya hendak menghentikan Maya, tapi, sepertinya usaha mereka sia-sia saja karena kejadian selanjutnya sungguh diluar dugaan.
PLAK!!!
Maya, menampar Keisha....

Kamis, 10 Juli 2014

Bab - 9 Bermain Bersama Para Gadis


[Bagian 1]
Pertanyaan Keisha :
Kemana mereka akan membawaku ya?

Ria        : Aku tidak tahu?
Keisha   :  ...Ria, aku tidak mengerti.

Arya      :  Tenang saja, mereka tidak akan melakukan apapun padamu kok!
Keisha   :  ...Sepertinya ada yang tidak beres disini.

Maya     :  Ikut saja dengan mereka agar aku dapat bicara pada ibumu tentang...
Yoga     :  —JANGAN MEMBERITAHUNYA MAYA!!        

Aku menunggu Mela didepan gerbang sekolah. Bukan apa-apa, aku hanya menunggunya yang sedang mengajak Keisha untuk pergi bersama kami. Sebenarnya aku malas untuk melakukan ini, tapi karena aku dipaksa oleh Mela, jadi aku melakukanya. Apalagi Bu Loli berjanji memberikanku nilai yang bagus nanti sewaktu ujian tengah semerter. Setidaknya ini lebih baik dari belajar dirumah seharian, benar ‘kan?
"Oi... Alien..!"
Terdengar suara wanita yang sangat nyaring ditelingaku.
Ya, aku hanya bercanda, karena yang memanggil tadi adalah Si Mela. Dia datang bersama dengan Keisha dan Chyntia dibelakangnya.
"Kenapa lama sekali?" Aku bertanya padanya.
"Hah, lama? Padahal baru beberapa menit yang lalu kamu datangnya, 'kan?" Mela membela diri.
Walaupun baru beberapa menit tapi itu termasuk lama bagiku yang ingin cepat pulang.
"Kenapa Chyntia juga ada ada disini?" Aku menunjuk Kearah Chyntia.
Mela sempat menatap Chyntia sebentar. Lalu kemudian Dia tersenyum lebar sambil berkata. "Oh, tentu saja untuk meramaikan acara ini."
Acara apa maksudmu, bukannya ini hanya untuk mengalihkan perhatian Keisha saja? Heh, aku lupa, Dia ‘kan tidak tahu apa-apa.
"Yoga, sebenarnya Kita mau pergi kemana?" Tanya Chyntia sambil mendekat kearahku.
"Hmm... sebenarnya itu juga yang ingin kutanyakan. Apa Kau punya tempat yang bagus?" Aku bertanya balik sambil tersenyum.
"Kau ini bagaimana, Alien! Bukanya Kau yang mengajak kami....?"
Berisik kau, Mela! Lagi pula tidak ada yang mengajakmu!
“Sudahlah, bagaimana kalau Keisha atau Chyntia saja yang menentukanya?” Usulku.
“Baiklah, kalau begitu kemana kita akan pergi Keisha?” Mela bertanya pada Keisha, tapi Keisha hanya menggelengkan kepalannya dan berkata.
“…Aku kemana saja boleh asal bisa bersama-sama.”
“Haah… kenapa jawabanmu seperti itu Keisha?” Mela terlihat sedih dengan tanggapan Keisha barusan.

“Kalau menurutmu Chyntia kita harus pergi kemana?” Aku bertanya pada Chyntia.
“Eh…, kalau menurutku—karena kita bersama laki-laki jadi… kemana ya…?” Dia juga terlihat bingung. Ternyata benar, memang aku harusnya tidak usah ikut saja.
Chyntia terlihat berpikir beberapa saat, namun tiba-tiba saja dia berkata penuh antusias…
"Bagaimana kalau Kita ke Love Hotel saja?"
“Tidak terima kasih!”
“Ehh??”
“Apa ada tempat lain selain itu Chyntia?”
Aku kembali bertanya pada Chyntia, bagaimanapun Love Hotel bukanlah tempat yang baik untuk pelajar datangi bukan? Lagi pula tidak ada yang seperti itu di-Negara ini. Kalaupun ada FSI sudah heboh duluan, ya ‘kan?
Chyntia terlihat berpikir kembali, semoga ia tidak berkata hal yang aneh lagi.
"Hmm…. Bagaimana kalau kita pergi ke Mall dekat sekolah saja? Aku dan Keisha sering kesana kalau Keisha sedang tidak kerja."
“Usulmu kali ini bisa diterima juga, tapi Mall itu--”
"Baiklah Kita kesana!"
“Jangan memotong kata-kataku, Mela!”
"Baiklah sudah diputuskan, ayo!" Chyntia berkata dengan riang sambil mengangkat tangan kanan-nya.
“Mereka mengabaikanku…”
Ya ampun, kenapa jadi seperti ini? Tapi tak apalah, dari pada Aku harus berdebat dengan mereka, yang ada waktu bersantaiku akan lebih sedikit.
Kami akhirnya memutuskan untuk pergi pergi ketempat yang Chyntia sarankan tadi. Walaupun sebenarnya aku kurang suka ditempat seperti itu. Soalnya terlalu banyak orang, tapi lebih baik dari pada pergi ke-Love Hotel, benar ‘kan?
"Ya, semuanya ayo kita pergi sekarang sebelum matahari mulai terbenam!" Mela berkata dengan percaya diri, lalu setelah itu Dia berpegangan tangan dengan Chyntia dan berjalan pergi. Aku dan Keisha hanya bisa mengikuti mereka dari belakang. Entah kenapa aku melihat sepertinya Keisha sedang murung. Oh, iya..., kali ini juga Keisha mengenakan gaya rambut twintail-nya seperti biasa.
Dan begitulah aku akhirnya ikut pergi juga walaupun terpaksa. Aku rasa ini tidak terlalu buruk, mungkin… ya, mungkin…

[Bagian 2]
Akhirnya kami sampai ditempat tujuan. Sebuah mall besar yang megah. Seperti yang bisa kuharapkan, ternyata tempat ini penuh jejal oleh manusia. Walaupun hari ini hari senin, tapi tidak menyurutkan minat manusia-manusia busuk itu untuk datang ketempat terkutuk ini.
"Waah.... Hebaaaat... banyak sekali orang disini!"
"Ya, begitulah, namanya juga mall terbesar dikota ini."
"Hmm... Benar juga. Seperti yang bisa diharapkan!"
"Lihat Melani, disana ada kumpulan orang-orang! Sepertinya ada yang menarik, ayo kita lihat!"
Mela dan Chyntia sedang berbicara satu sama lain lalu pergi meninggalkanku dan Keisha. Dasar mereka itu, bisa-bisanya mereka meninggalkan kami dikerumunan seperti ini-, berdua lagi.
"Haah... Apa harus Kita mengejar mereka?" Aku bertanya pada Keisha yang masih dalam mode mengantuk-nya.
"I-Iya, mungkin..." Dia sepertinya dia tampak agak ragu dengan kata katanya sendiri, tapi karena tidak ada pilihan lain, kami pun mengikuti Mela dan Chyntia dari belakang.
<skip>
Aku tidak menyangka kalau tempat ini sangat luas, wajar saja, karena aku tidak pernah dan tidak akan mau pergi ketempat seperti ini. Maksudku, untuk apa aku datang kesini, karena menurutku orang ketempat seperti ini bukan untuk membeli sesuatu, tapi untuk bermain dan bergosip ria saja. Benar-benar menjijikan! Orang-orang seperti itu harusnya mati saja sana!
<skip>
Aku saat ini sedang memperhatikan Ketiga Gadis itu sedang memilih baju. Keisha yang tampak tak perduli, Chyntia yang tengah menjelaskan model-model pakaian, dan Mela yang terlihat bingung mendengarkan penjelasan dari Chyntia. Ha-ah... Sepertinya aku tahu bagaimana rasanya bila seorang laki-laki yang sedang menemani pacarnya, rasanya seperti ingin mati saja, benar ‘kan?
“Yoga, kamu tidak membeli apapun?” Tanya Keisha padaku dengan khawatir.
“Ah, bukannya aku tidak mau, tapi… kebetulan aku tidak ada uang lebih jadi…”
Aku memang miskin!
Aku lihat Keisha tersenyum kearahku. Senyumannya memang manis, tapi… kenapa dia tersenyum padaku.
“Kalau begitu, kamu bisa pinjam uangku dulu. Bagaimana?”
Eh…. ‘Pakai uangku dulu’ katanya? Tapi kalau aku memakai uangnya, berarti sama saja aku meminjam uang keluarga Keisha, ‘kan? –Apa dia bermaksud menghabiskan uangnya?–  Apa tidak apa-apa kalau aku memakai uangnya? Tapi apa yang harus kubeli? Sepertinya memang tidak usah saja, nanti malah merepotkan keluarganya. Bagaimanapun aku tidak boleh berhutang budi pada seorang gadis, kalau aku berhutang budi pada seorang gadis, pasti ujung-ujungnya aku akan tinggal dibawah jembatan, benar ‘kan? Begitulah yang kupelajari dari sebuah anime.
 “…Bagaimana, Yoga?” Keisha kembali menagih jawaban dariku.
Aku lalu menghela nafas dan berkata dengan tenang.
“Heeh… Sepertinya tidak usah saja karena sebenaarnya aku….” Saat aku mencoba mencari ide dengan menoleh kearah lain, aku melihat kesebuah papan iklan di depan sebuah toko permainan. Papan iklan i-itu ber-ber-ber-bertuliskan…..
“KNIGHT AND MAGIC III!!!!!!!” Tanpa sadar aku berteriak melihat papan iklan yang ada didepan toko permainan itu. Apa lagi dibawahnya ada tulisan TERBATAS dengan cetak tebal. Itu adalah nama permainan yang aku ingin beli, karena aku sudah menamatkan semua seri sebelumnya dan aku menanti-nanti game ini untuk waktu yang sangat lama! Sepertinya aku harus membelinya! Ya, aku harus membelinya, tapi… UANGKU KURANG!
Bagaimana ini, padahal aku sangat menginginkan-nya saat ini….
“…Ada apa Yoga?” Dia terlihat khawatir dengan keadaanku saat ini, tapi beberapa saat kemudian ia sepertinya tahu apa yang sedang kulihat dan berkata. “Oh, begitu! Aku mengerti….”
Chasssinnng!!!!
Aku tak tahu harus senang atau sedih, tapi keyataanya Keisha baru saja membelikanku sebuah kaset game “Knight And Magic III” yang sangat kuinginkan. Disatu sisi aku merasa senang karena dia membelikan game terbatas ini untuku, tapi disisi lain aku merasa kasihan pada diriku sediri yang harus dibelikan game oleh seorang perempuan. Rasanya aku ingin menangis…
“Yoga, jangan sungkan yaa! Kamu bisa bayar nanti saja sesukamu, jadi jangan menangis seperti itu….”
Keisha sepertinya kau salah tanggap dengan perasaanku saat ini…!
~*~*~
"Setelah ini kita kemana lagi?"
“Mela... Sudah cukup, aku ingin pulang!”
“Chyntia, sekarang kemana?”
Dia tidak mendengarku!
"Lebih baik Kita coba ketempat permainan saja, bagaimana?"
"Hmm.... Saran yang bagus Chyntia. Kalau begitu Kita pergi ketempat permainan!"
"Ow..."
Mereka berdua mengangkat tangan kanan mereka sambil berteriak gembira seperti anak-anak. Sedangkan Keisha kini sudah tidak dalam mode mengantuk-nya sedang berdiri memegangi kening tanda menyerah. Kalau aku sendiri sekarang sedang membawa barang belanjaan mereka. Menyedihkan, aku malah dijadikan pembantu oleh mereka!
"Ayo, cepat!" Kata Mela.
Terlihat Mereka kembali pergi menerobos kerumunan orang-orang sambil bergandengan.
“Oi, Kalian meninggalkan ku lagi!?”
"Huuh... Bagaimana sekarang Yoga?"
Keisha bertanya padaku apa yang harus dilakukan.
"Ah, kalau ditanya seperti itu, aku juga tak tahu yang harus dilakukan sekarang."
"Apa kita harus mengikuti mereka?"
"Hmm... Sepertinya seperti itu." Aku menjawab pertanyaannya  tadi dengan nada datar. "...Jadi ayo!"
Dia mengangguk dan Kita pun pergi menyusul kedua orang heboh itu. Ya ampun, Si Mela itu, bukannya dia tadi berkata kalau rencanaku tadi hanya main-main, tapi malah dia sendiri yang bersenang-senang sekarang, dasar Barbar...

Aku memandang kearah Keisha yang sedang berjalan tertunduk disebelahku. Dia terlihat sedang berpikir keras, sebenarnya apa yang ada dipikiranya?
"K-keisha?" Aku memanggil Keisha.
Keisha lalu memandang kearahku sambil tersenyum manis dan berkata "Apa?". Hee... Kenapa aku jadi gugup seperti ini?
"He... Itu.... Bagaimana keadaan Ibumu, apa dia sudah baikan?"
"Ibuku?! Eh, I-ibuku sudah agak mendingan, kok. Jadi t-tidak perlu khawatir."
Entah perasaanku saja atau memang seperti itu, Dia terlihat gugup saat kutanya tentang ibunya.
"Oh, begitu..., kalau aku boleh tau, sebenarnya penyakit Ibumu itu apa? Kamu sepertinya tidak menceritakannya waktu itu."
Setelah aku berkata seperti itu, Keisha terlihat terkejut dan berhenti melangkah. Terlihat pandanganya kosong menatapku seperti sedang terkejut. Apa yang terjadi? Kenapa dia memandangku seperti itu? Sekarang Kami berdua hanya saling berpandangan hingga Keisha tiba-tiba saja menundukan kepalanya.
"K-keisha?"
Aku memanggilnya, tapi tidak ada jawaban dari gadis mungil itu. Dia hanya terus tertunduk sedih. Ada apa dengan dia, kenapa sikapnya jadi seperti itu? Sial, suasana seperti ini adalah suasana yang sangat tidak kusukai, saat-saat sendu seperti disinetron seri yang tak berujung...
Aku terus memandang Keisha yang terus mematung ditempatnya berdiri, mungkin saat ini dia sedang memikirkan sesuatu, karena aku dapat melihat matanya terus berputar dibalik poni-nya. Apa yang sedang Ia pikirkan? Dan kenapa tiba-tiba seperti ini? Apa mungkin aku memberinya kata-kata yang tidak membuatnya nyaman? Entahlah, yang bisa aku lakukan hanya berandai-andai saja saat ini.
Disaat seperti itu aku mendengar orang-orang mulai berkat hal-hal yang aneh.
“Apa mereka sedang bertengkar?”
“Sepertinya laki-laki itu membuat pacarnya menangis.”
“Dasar anak muda. Hahahah…..”
Sialan, orang-orang itu! Ingin sekali aku bunuh mereka agar mereka bisa tenang dan tidak berisik seperti itu! Tapi, manamungkin aku seperti itu. Lagi pula ini hanya salah paham, kenapa juga merea harus beromentar!? Heh, dasar sekumpulan domba-domba bodoh!
Tiba- tiba aku melihat sekelebat bayangan hijau yang begitu kontras dengan lantai yang berwarna jingga, tidak salah lagi itu adalah warna syal dari seorang gadis yang ku kenal. Mela berjalan melewatiku begitu saja dan bergerak kearah Keisha.
"Keisha, apa yang Kamu lakukan disana? Ayo cepat kita pergi ketempat permainan!" Tanpa menunggu persetujuan dari Keisha, Mela dengan cepat menarik tangan Keisha dan menuntunya pergi.
Saat dia menuju kearahku, aku dapat melihat wajahnya yang sedang kesal padaku. Tak butuh waktu lama baginya untuk berada sejajar denganku, kurasakan sebuah pukulan ringan mendarat di perut bagian kiriku. Aku mulai berbalik dan menatap kearahnya kembali. Terlihat dua buah bola mata coklat tajam itu masih memperhatikanku, perlahan Ia mengadahkan kepalanya seperti memberi sinyal padaku 'Apa yang terjadi?', tapi aku tidak menjawab dan hanya terpaku menatap kedua gadis itu berjalan meninggalkanku. Karena sikapku yang dingin tadi, Mela terlihat lebih kesal dari sebelumnya dan mempercepat langkahnya. Setelah jarak mereka sudah 3m jauhnya, baru aku berjalan dengan menyeret kakiku yang terasa enggan untuk kulangkahkan.
Sebenarnya masih banyak yang mengganjal dihatiku, seperti kenapa sikapnya Keisha seperti itu saat aku bertanya tentang keadaan Ibunya, atau saat aku bertanya tentang penyakit yang diderita Ibunya. Aku tidak mengerti kenapa dia hanya diam dan tak menjawab pertanyaanku. Akan tetapi, aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan. Mungkin saja, siapa yang tahu?

[Bagian 3]
"Hueh... Akhirnya kita sampai juga!" Mela berkata dengan antusias saat Kita sampai di tempat bermain yang luas dan penuh jejal.
Heh, apa-apaan itu! Emang kau bocah apa? Tanpa sadar aku menyipitkan mataku saat menatap Mela, dia yang sadar dengan yang kulakukan lalu memandang sinis kearahku.
"Hentikanlah pandangan menjikanmu itu, Alien!" dengan reflek aku memandang kearah lain dengan sewot.
"Keisha apa kau ingin mencoba roller coster ulat itu?"
"Hmm... Sepertinya menyenangkan."
Chyntia dan Keisha sedang bercakap-cakap disisi lain. Sepertinya Keisha sudah kembali normal tidak seperti beberapa saat yang lalu saat aku menyaka keadaan ibunya. Aku masih bertanya-tanya kenapa dia sampai terlihat tertekan setelah ku tanya seperti itu, tapi tak apalah, semua orang pasti punya sebuah hal sensitive yang tidak perlu untuk diketahui oleh orang lain, benar ‘kan?
Mela menyilangkan tangan didadanya dengan senyum antusias dan lalu berkata.
"Ya... Ayo kita coba!"
Terdengar suara 'Ou' dari mulut mungil para gadis itu sambil mengangkat sebelah tangan mereka. Tak lama mereka langsung melangkah menuju wahana yang akan Mereka naiki.
Tapi baru beberapa langkah mereka berjalan tiba-tiba mereka berhenti dan menatap kearahku.
"Oi, Alien, apa yang kau lakukan disana?" Mela berkata pada ku dengan nada menyindir.
"Memang apa yang harusnya kulakukan?" Dengan sebuah senyuman paksa yang mengecap dibibirku.
Mela terlihat menajamkan matanya padaku.
"Apa Kau tak ingin ikut menaiki wahana bersama kami?"
"Eh, kalau itu…, lebih baik aku menjaga barang-barang Kalian saja."
"Apa-apaan itu?" Mela memandangiku dengan jijik.
Sebenarnya bukanya aku tak mau untuk menaiki wahana tersebut. Hanya saja, Aku benci diputar-putar seperti itu, kalian tahu ’kan?
"Jangan-jangan kamu takut, ya?"
"Kenapa juga aku harus takut dengan yang seperti itu?!"
Dia berjalan mendekat kearahku.
"Kalau begitu ayo pergi!"
"Eh, kalau itu..." Gawat dia mulai curiga. "Baiklah, baiklah! Aku ikut!"
Dia tersenyum sesaat dihadapanku, senyumanya tadi terlihat tulus dan manis. Benar benar manis.... TAPI BERCANDA!!!!!!
<skip>
Tak terasa sudah satu jam Kami bermain ditempat permainan itu, dan disetiap wahana yang kita naiki selalu berahkir dengan isi perutku yang keluar, apa lagi aku sempat pingsan didalam wahana rumah hantu. Heh, aku memang pecundang sejati…
Para gadis terlihat duduk manis dikursinya masing-masing –sedang mengobrol–, sedangkan aku yang terlihat kurang baik hanya bisa menenggelamkan wajah saja dimeja. Ngomong-ngomong, sekarang kami ber-empat sedang berada disebuah restoran cepat saji Mc Doni yang ada dimall tersebut.
"Yaa... Aku tidak menyangka kalau Si Alien ini takut dengan wahana anak kecil seperti itu..."
"Tapi walaupun begitu, wajah ketakutan-nya tadi terlihat sangat lucu. Andai saja Aku tadi bawa kamera, ya..."
Mela dan Chyntia sedang menertawakanku saat ini. Tertawakanlah aku sepuasnya, memang seharusnya seperti itu, 'kan?
"Apalagi saat masuk kerumah hantu tadi... Kalian lihat wajahnya yang pucat, 'kan? Hahahaha..."
Tertawa saja sepuasnya sana! Memang aku ini adalah seorang penakut, jadi kalau kalian ingin menertawaiku, silahkan saja sana!
Setelah selesai menertawaiku, Mela lalu menyuapkan sesendok ice cream float kedalam mulutnya. Dia sempat menggigil karena efek dingin yang ditimbulkan oleh ice cream float yang membanjiri kerongkonganya, tapi tak lama kemudian dia mulai kembali mengobrol bersama Chyntia.
Aku pun mendesah karena merasa menyesal, kenapa juga aku ikut dengan mereka. Ah, tidak, aku lupa, sebenarnya akulah orang yang mengajak mereka kesini….
Perlahan aku menoleh kearah Keisha yang berada dihadapanku. Keisha terlihat sedang mendengarkan Chyntia dan Mela yang sedang bercanda gurau. Aku masih memikirkan kejadian tadi, 'kenapa dia tidak menjawab pertanyaanku tadi?' pertanyaan itu terus berputar dikepalaku hingga saat ini. Aku jadi berpikir, sepertinya ada yang ia sembunyikan dariku, tapi apa?
Dia yang menyadari kalau ada seseorang yang memandanginya, langsung menoleh kearahku. Tapi tak lama kemudian ia tertunduk, tapi aku merasa dia menunduk bukan merasa malu, melainkan seperti sedang melindungi dirinya sendiri.
Mengetahui Keisha yang terintimidasi dengan tatapanku, Mela memukul bagian kepala belakangku.
Bug…!
"Aw... Sakiit!"
Aku memandang kearah Mela yang juga memandangku sinis.
"Kenapa Kau memukulku?"
"Kenapa? Apa Kau tak melihat Keisha ketakutan dengan tatapanmu tadi!"
Ah, ya, benar juga, mungkin tatapanku tadi terlalu menakutkan.
"Maaf..." Aku akhirnya meminta maaf pada Mela.
"Jangan minta maaf padaku, minta maaf pada Keisha sana!"
Aku lalu menuruti Mela dan berkata "Maaf." pada Keisha yang masih tertunduk.
"...hmm...Aku juga...." Dia berkata dengan lirih.
Tunggu, 'Aku juga.' apa maksudnya itu? Aku pun menyadari kalau, bukan hanya aku saja yang mengerti ucapanya barusan, Chyntia dan Mela juga tampak tak mengerti.
Merasa ia salah berkata, Keisha lalu mengadahkan kepalanya dengan tatapan terkejut dan mata yang berkaca-kaca. –Aku  makin menjadi makin merasa curiga padanya.– Dia lalu menyeka air matanya yang perlahan keluar dari dua bola matanya yang seperti panda.
"... Aku juga minta maaf karena sudah takut padamu..."
"Eh, untuk apa minta maaf pada Alien ini? Memang Dia yang salah, 'kan!?" Mela menanggapi ucapan Keisha tadi dan memukulku lagi.
"Uggh....?! Sakit tau!" Aku membentaknya tapi dia terlihat tidak menggubrisnya sama sekali. Pada akhirnya aku hanya menghela nafasku dan mengiklaskan semua yang terjadi.
TREEENG.... TREEENG.... TREEENG....
Terdengar Ringtone posel-ku berdering. Dengan cepat aku melihat siapa yang menghubungiku saat ini. Saat kulihat, ternyata yang menghubungiku adalah Arya, aku tadi pagi sempat saling bertukar nomor dengannnya untuk alasan memudahkan komunikasi, bagaimanapun ia itu adalah anak laki-laki lain selain aku dikelas.
Kenapa dia meneleponku, apa tugasnya dan Maya sudah selesai?
Aku perlahan keluar dari Restoran cepat saji itu dan menyender di pagar pengaman yang terbuat dari besi sambil menjawab panggilan dari Arya tadi.
"Hallo, Yoga!" Terdengar suara seorang pria yang bersuara seperti perempuan.
"Ya, Ada apa, Arya?"
"Ini gawat..." Dia sepertinya sedang terburu-buru.
"Apa yang gawat?"
"Gawat, sepertinya Maya sedang berada dalam keadaan yang buruk sekarang?"
"Keadaan buruk, Maksudmu apa coba jelaskan padaku?"
Dia terdengar menelan ludahnya sejenak, lalu mulai menjawab pertanyaanku.
"Tadi ‘kan kami pergi kerumah Keisha... Tapi, setelah Kami sampai disana, ternyata disana hanya ada kedua adik laki-laki Keisha saja..."
"Adik-nya? Kalau ibunya, bagaimana keadaanya?"
"Itu dia, sepertinya ada ucapan Keisha yang dibuat-buat."
"Maksudmu dia berbohong?"
"Bisa dibilang begitu."
"........"
"Kau tahu, waktu itu ‘kan dia bilang kalau Ibunya itu sedang sakit. Tapi, saat Kami bertanya pada adiknya, ternyata Ibunya tidak sakit dan sedang berkerja katanya."
Aku menatap kearah Keisha dari kaca restoran yang transparan. Aku tak menyangka, ternyata Dia sudah mebohongi semua orang seperti itu. Dibalik wajahnya yang polos, ternyata Dia bisa menipu semua orang..... Tapi aku masih bertanya-tanya, sebenarnya apa alasanya Sehingga dia harus membohongi semua orang? Entahlah, aku juga ingin tahu.....
"Kalau begitu, Yoga. Bisakah Kamu membawa Keisha kesebuah tempat sekarang?"
"Hmm... Sepertinya aku bisa."
Dan pada akhirnya Aku hanya bisa mengikuti perintah dari Arya dan kembali kedalam restoran untuk mengajak Keisha dan yang lainya. Apa ini akan baik-baik saja? Aku kira akan seperti itu, mungkin.

Senin, 07 Juli 2014

Bab 8 - Misi untuk membantu Keisha

[Bagian 1]
Pertanyaan Arya :
Kenapa sampai Kepala Sekolah memanggilku keruanganya, ya?

Ria          : Mungkin ada yang ingin Kepala Sekolah informasikan padamu.
Arya       : Aku juga berharap seperti itu.

Melani    : Sepertinya kau dalam masalah, Arya.
Arya       : Ja-jangan menakutiku!

Reni        : Sepertinya aku mencium bau berita yang menggemparkan disini.
Arya       : Tolong jangan menjawab dengan kata-kata yang ambigu seperti itu!

Sesampainya didepan ruang kepala sekolah, aku dan Arya mengetuk pintu ruangan tersebut. Tapi belum sempat pintu dibuka, seorang laki-laki berwajah ganteng menegur kami. "Hai." Katanya. Dari suara dan nada bicaranya aku tahu kalau itu guru wali kelas Kami, Pak Hendrik, dengan senyuman khasnya yang sangat menjijikan. Apa yang ia lakukan disini, apa jangan-jangan dia juga dipanggil kesini?
Perlahan Pak Hendrik mulai mendekat.
"Hai, apa kabar? Mau keruang kepala sekolah juga?" Dia bertanya pada Kami dengan senyuman khasnya. Cih, tolong hentikanlah senyumanmu itu!
Kami hanya mengangguk menanggapapi pertanyaan-nya tadi.
Perlahan Pak Hendrik  membuka pintu ruang kepala sekolah itu. Seketika tercium wangi yang sangat harum dari dalam ruangan itu, sepertinya ruangan ini memakai pengharum ruangan ruangan. Curang, benar-benar curang!
Kami bertiga masuk kedalam ruangan yang harum itu dengan tenang.
"Kalian lama sekali!" Terdengar suara yang kukenal berasal dari dalam ruang ini.
Tidak salah lagi itu adalah suara merdu Maya. Gadis yang memiliki mata yang tajam seperti kucing itu sedang berdiri menyilangkan tanganya dan memandang sinis kearah kami. Apa yang ia lakukan disini, bukanya hanya kami berdua saja yang disuruh ke-ruangan ini?
"Maya, apa yang kamu lakukan disini, bukanya hanya kami saja yang dipanggil kesini?" Arya bertanya pada Maya apa yang sedang ia lakukan.
"Haah... Tentu saja, karena tadi akulah yang memanggil kalian kemari dengan pengeras suara." Dengan ketus Maya menjawab pertanyaan Arya tadi.
Oh, ternyata tadi yang memanggil kami adalah dia. Tapi suaranya 'kok beda?
"Yoga kenapa Kau memandangku tak percaya?"
"Tidak apa-apa."
<skip>
Maya mendesah lalu setelah itu ia memandang kearah meja yang bertuliskan "kepala sekolah" pada dibagian depan-nya. Kami –Aku dan arya– juga mengikutinya memandang kearah meja itu, sedangkan Pak Hendrik terlihat pergi kearah jendela disebelah kanan meja itu.
Setelah tiba didepan jendela, ia lalu merogoh sesuatu dikantung celana katun-nya. Saat kulihat ternyata dia mengambil sebuah bungkus rokok Marlcoro dan sebuah pematik, lalu tanpa menghiraukan kami, dia menyalakan rokok itu didalam ruangan.
Hue... Ini ruang kepala sekolah, pak! Bisa-bisanya Bapak merokok ditempat seperti ini?
Maya sepertinya tidak mempermasalahkan tentang Pak Hendrik dan hanya melangkah mendekati meja kepala sekolah lalu berkata.
"Semua sudah ada disini, selanjutnya apa lagi?" Dia bertanya pada seseorang yang duduk di kursi yang menghadap membelakangi kami. Tapi dari kursi itu aku tidak melihat ada siapapun disana.
"Oh... Bagus, kalau begitu Kita mulai saja." Terdengar suara seorang wanita dari kursi itu.
Perlahan kursi itupun berputar. Aku ingin sekali melihat siapa yang duduk disana, sepertinya dia adalah kepala sekolah. Baguslah, aku ingin tahu bagaimana wajah Kepala sekolahku yang berhasil membuatku tersiksa itu.
Kursi sudah berbalik sepenuhnya, tapi…
Eh... Aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.
"Maya itu anak siapa?"
Tentu saja aku menunjuk kearah kursi yang berbalik tadi. Disana aku melihat seorang Anak Kecil dengan rambut pirang sedang duduk manis dikursi tersebut. Dia mengenakan setelan kantor yang lengkap dengan blazer yang terlihat mahal. Oi, oi, apa ini termasuk bagian dari pesta Cosplay-nya Maria?
Gadis tadi terlihat marah padaku dan berkata.
"Oi, Madesu... Beraninya Kau menyebut Kepala sekolahmu sendiri anak kecil!"
“Ah... anak itu kepala sekolah… serius??”
<skip>
"Aku ini adalah guru paling pintar disini. Maka dari itulah aku dijadikan kepala sekolah disini. Walaupun agak menyusahkan juga sih."
Dia curhat!
"Loli, sudahlah jangan marah seperti itu, berisik!" Pak Hendrik menegur kepala sekolah.
Ternyata namanya Loli, memang cocok dengan karakteristiknya.
"Uuh... Hen, aku hanya ingin mengingatkan bocah Madesu ini."
Siapa yang kau panggil Madesu, anak kecil?
"Aku tahu itu. Tapi bisakah kau tidak mengangguku yang sedang menikmati rokokku ini!"
Mereka bertengkar. Tapi di penglihatanku aku hanya melihat seperti pertengkaran antara adik dan kakak.
"Ueh... Hen, Kamu jahat banget sama aku..."
"Heh, Berhentilah bertingkah seperti anak Kecil, Bodoh!"
Hmm... Baru kutahu ternyata Pak Hendrik tidak sebaik seperti saat dikelas. Contohnya saat ini, dia bisa membuat sedih kepala sekolah yang imut ini dengan kata-katanya yang kasar. Ngomong-ngomong, baru kali ini aku melihat dia mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu, biasanya dia sok manis di kelas, tapi baru kali ini dia mengeluarkan sifat aslinya. Apa ini yang disebut Alter Ego?
Melihat Kepala sekolah Loli dan Pak Hendrik sedang bertengkar, Maya hanya bisa menghela nafasnya. Kemudian dia menatap kearahku dan Arya seraya berkata. "Hah, mereka ini dari dulu tidak berubah..."
Aku dan Arya hanya hanya bisa saling menatap satu sama lain. Tapi kalian jangan meng-salah artikan adegan ini.
"Oh iya, Maya. Sebenarnya kenapa kamu memanggil kami berdua?" Arya tiba-tiba bertanya pada Maya.
"Ya, Aku juga ingin tau kenapa?"
"Sebenarnya kalian dipanggil kesini karena Keisha."
"Keisha? Maksudmu apa, Maya?" Aku bertanya pada Maya, kenapa Dia membawa-bawa nama Keisha.
"Kamu pasti sudah tahu bukan, tentang masalah yang dialaminya. Dia ‘kan sudah menceritakan semuanya di tempat karaoke kemarin."
"Oh, itu... Eh, darimana Kau tahu Dia menceritakan masalahnya padaku waktu itu?! Bukanya kau tidur?"
"Tidak, aku tidak tidur! Aku mendengar semua yang kalian bicarakan."
"Heeh..., padahal aku sudah berjanji untuk tidak memberitahukan-nya."
"Aku tahu, aku tahu.... Sebenarnya aku tidak berminat mendengar pembicaraan Kalian, yang kutakutkan hanyalah Kau melakukan hal yang tak baik pada Keisha, jadi aku terpaksa memperhatikan kalian sambil berpura-pura tertidur."
“…Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu…” Dingin.
"Tapi ternyata Kamu tidak seperti yang kukira. Memang kita tidak boleh melihat seseorang dari fisik-nya saja."
"Memang mukaku terlihat seperti orang jahat apa!?"
Dia mengangguk.
"Ha…, aku memaag terlihat seperti orang jahat, benar ‘kan?"
"Yoga, bertahanlah! Walaupun wajahmu terlihat jahat, tapi aku akan tetap jadi temanmu…"
"Terimakasih Arya atas ejekannya…. Rasanya ingi mati saja…".
<skip>
"Kalau aku, kenapa aku juga dipanggil kesini?"
“Ya, pertanyaan yang bagus. Kenapa Si Cowok Crossdresser ini juga dipanggil kesini?”
Arya terlihat bingung dengan kata-kataku tadi.
"Se… Sebenarnya... itu… itu.... Ah... sudahlah! Tanyakan saja pada orang-orang itu." Sambil menunjuk kearah Pak Hendrik ban Bu Loli.
Apa-apaan itu? Kenapa Dia terlihat malu seperti itu?
Bu Loli sekarang sedang menyeka air matanya dan lalu memandang kami bertiga dengan tatapan serius.
"Arya, Maya dan Yoga. Sepertinya kalian sudah tahu tentang kenapa kalian dipanggil kesini."
Arya mengangkat tanganya dan lalu berkata. "Bu, sebenarnya Saya belum tahu alasan saya dipanggil kesini."
"Eh... Benarkah!" Dia terkejut?! Imutnya...! Dia kembali melanjutkan kata-katanya "Sudahlah, nanti juga Kau tahu. Maya tolong ambilkan berkas itu."
Maya menyerahkan sebuah map yang sedari tadi ia bawa. Bu Loli membaca map itu dan lalu berkata dengan lantang.
"Kalian bertiga akan saya akan memberikan sebuah misi."
Misi apa?
"Kalian harus bisa membuat Keisha berhenti untuk bekerja sampai larut malam."
"Instrupsi!" Aku mengangkat tanganku dan mulai bertanya. "maaf, tapi apakah ibu tahu kenapa Keisha bisa sampai berkerja?" Ya, Aku hanya bisa berkata seperti itu. Lagi pula apakah Bu Loli tahu kalau alasan Keisha itu sangat penting bagi keluarganya Keisha.
"Aku tahu. Maya menjelaskannya kemarin. Semuanya termasuk semua hal yang belum Kamu ketahui." Dia berkata dengan tenang.
"Yang belum kuketahui? Perasaan kemarin Keisha sudah menjelaskan yang terjadi semuanya. ...Ya, benar, Dia menceritakan semuanya. Bahkan aku masih ingat semua perkataanya!"
"Tetapi, semua yang Keisha katakan padamu hanya pandangan dari sudut pandang-nya saja. Bagaimana dengan sudut pandang gadis yang satu ini?" Bu Loli menunjuk Maya yang sedang tertunduk sedih.
Tunggu, apa artinya ini semua? Kenapa Maya juga jadi dibawa-bawa?
Perlahan Maya mulai mengeluarkan suaranya.
"Sebenarnya, Aku dan Keisha dulu waktu kecil pernah berteman baik. Kalau bisa dibilang dia adalah teman pertamaku." Matanya mulai berkaca-kaca. "Ayahnya adalah teman seperjuangan Ayahku dulu. Mereka membuat sebuah usaha bersama dan karena itu Keisha selalu datang kerumahku bersama Ayahnya."
"Terus apa hubungannya dengan kasus yang dialami oleh Keisha? Apa ayahmu yang membuat Ayah Keisha bangkrut?"
Arya terlihat bingung dengana kata-kataku tadi, tapi sebaliknya Maya malah memandang tajam padaku.
"Tentu saja tidak, Bodoh!" 
"……"
"Se-sebenarnya Ayahku juga menjadi korban penipuan yang sama dengan Ayahnya Keisha, karena Mereka adalah teman satu perusahaan. Me-mereka berdua ditipu oleh seseorang hingga usaha mereka bangkrut!"
Aku tidak tahu apakah dia berbohong atau tidak, tapi yang bisa kulakukan saat ini adalah mempercayainya. Walaupun begitu, aku harus berhati-hati dengan kata-katanya tadi.  
“…Begitu rupanya, maafkan aku karena telah salah sangka padamu.” Kataku pelan.
"Tapi sebenarnya usaha Mereka tidak benar-benar bangkrut!" Maya kembali berkata.
"…Apa maksudmu?"
Maya kembali menyilangkan tangannya dan memejamkan matanya dengan angkuh. Setelah itu Maya pun lalu menjawab pertanyaan ku.
"Sebenarnya, Ayahku berhasil meneruskan usaha bisnis yang Mereka geluti. Sedangkan Ayahnya Keisha malah putus asa dan bunuh diri. Sebenarnya keluarga Keisha masih mempunyai saham diperusahaan itu, tapi Ayahku tidak bisa menemukan keberadaan mereka, yang Ia tahu Ayah Keisha sudah tewas bunuh diri…."
Aku memang tidak terlalu mengerti tentang bisnis– "Tapi Ayahmu datang ke pemakaman Ayahnya Keisha, 'kan?"
Dia menggeleng lalu berkata. "Kalau Ayahku tahu, pasti Dia sudah datang, tapi kenyataanya Ayahku tidak tahu menahu...tentang pemakaman Ayah Keisha."
Wajahnya menjadi lebih sedih dari sebelumnya. Hmm… ini benar-benar sebuah masalah yang sangat berat.
"Tapi Maya, ada sesuatu yang mengganjal dihatiku saat ini." Arya sepertinya sudah mengerti tentang yang kami bicarakan dan mulai bertanya pada Maya. "kenapa Ayah Keisha itu sampai bunuh diri?" Pertanyaan yang bagus Arya, Aku juga ingin mengetahuinya.
Maya menundukan wajahnya dan mulai berkata dengan ragu.
"K-kalau menurutku, mungkin Ayahnya Keisha mengira Ayahku –mencuri  perusahaanya. Padahal sebenarnya, A-ayahku hanya meneruskan usahanya saja, dan Ayahku juga masih menuliskan nama Ayah Keisha sebagai owner perusahaan tersebut. Tapi, D-dia tidak menyadarinya…, mungkin…."
Kalau memang benar apa yang Ia katakan barusan, Aku tidak menyangka Ayah Keisha itu sebodoh itu. Aku saja yang masa depannya suram ini pasti tak akan melakukan sesuatu seperti yang ia lakukan. Bunuh diri dan meninggalkan Keluarganya dengan penuh tanda tanya seperti itu adalah sebuah keputusan yang sangat bodoh! Apalagi karena Dia melakukan hal semacam itu, Anak perempuan manisnya menjadi tersiksa karena menyangka Dia-lah yang menyebabkan Ayahnya bunuh diri.

Suasana jadi canggung saat ini. Aku pun hanya bisa terdiam membisu. Maya dan Arya juga sepertinya juga tidak mempunyai sesuatu untuk dibicaran. Jadi Kami bertiga hanya terdiam terpaku ditempat kami berdiri.
"Berhentilah menunjukan wajah berduka seperti itu, bocah! Semakin lama aku melihatnya semakin aku ingin muntah."
Pak Hendrik memarahi kami karena wajah sedih yang kami tampakan padanya. Sambil menghembuskan asap dari mulutnya ia lalu berkata pada Bu Loli.
"Cepatlah katakan sesuatu pada mereka, aku bosan melihat wajah-wajah itu!" Begitulah yang ia katakan.
"Hah.... Baiklah." Bu Loli mengiyakan permintaan Pak Hendrik tadi. Bu Loli lalu berkata dengan wajah serius. "Maya, Arya dan Yoga. Tolong dengarkan aku sebentar! Sekarang aku akan membagi kalian tugas masing-masing untuk misi pertama ini."
Sebuah misi, andai saja aku bisa senang mendengarnya.
"Pertama, Maya dan Arya. Kalian pergi kerumah Keisha bersama Pak Hendrik untuk berbicara pada Ibu Keisha agar melarang Keisha untuk kerja sampai malam lagi. Mengerti?"
"Ya."
"Ba-baik...."
Maya dan Arya mengkonfirmasi arahan Bu Loli tadi.
"Kalau aku, Bu?" Aku bertanya padanya.
Dia menghela nafasnya.
Oi, Kau telihat seperti meremehkanku!!
<skip>
"Yoga, tugasmu hanya membuat Keisha sibuk untuk sementara."
"Kenapa aku harus membuatnya sibuk?"
"Karena, bila Dia mengetahui kejadian yang sebenarnya, kemungkinan 20%, Dia akan membenci Maya."
"Memang kenapa, toh hanya 20% ini. Masih dibawah 50%, tenang saja."
"Tenang saja, mukamu! Satu persen kemungkinan saja dapat merubah kehidupan seseorang, bagaimana kalau dua puluh, dasar MADESU!"
Ya, aku memang memiliki masa depan yang suram. Jadi bicaralah semaumu.
"Terus bagaimana aku harus membuatnya sibuk? Ah... bukanya Dia itu berkerja? Sepertinya perkerjaannya akan membuatnya sibuk, jadi aku sepertinya tidak dibutuhkan disini."
Bu Loli sepertinya terlihat marah dengan tanggapanku tadi.
"Dasar tidak berguna.... Maya katakan padanya!" Dia menyuruh Maya untuk berkata sesuatu.
Lalu Maya berkata padaku dengan malas, "Sebenarnya Dia sedang libur hari ini."
Ah.... Sebuah kata-kata yang tak ingin kudengar….
"Jadi bagaimana keputusanmu?" Tanya Bu Loli dengan wajah licik.
"…Tidak ada pilihan lain lagi, aku harus mengikuti perintahmu."
"Baguslah kalau Kau mengerti."
Terserah, aku sebenarnya tidak mau melakukan-nya, tapi aku berpikir kalau mungkin ini terakhir kalinya aku bertemu dengan kepala sekolah pandek ini, jadi aku harus menghormatinya. Lagipula aku tidak akan melakukannya, aku hanya berbohong tadi.

"Baiklah semua.... Bubar!"
"Tunggu dulu..., kalau boleh aku tahu kapan Kami harus menjalankan misi ini?"
Bagus Arya, aku juga ingin tahu. Tunggu, aku sepertinya sudah mengangatakan itu sebanyak tiga kali, seperti iklan saja.
"Hari ini."
""He-eh...?!""
Aku dan Arya terkejut. Bagaimana tidak terkejut, Dia sangat mendadak mengatakanya! Aku kira misi ini akan dimulai nanti, bukan hari ini juga...
"Apa Kau tidak tahu? Bukanya Maya sudah memberitahumu tadi?"
"Haah? Kapan Dia...." Tentu saja, Maya sudah mengatakanya tadi. "Sebenarnya Dia sedang libur hari ini." Aku sudah mendengarnya.
Aku lihat Rokok Pak Hendrik mulai habis. Setelah Dia puas merokok, Dia pun lalu membuang puntung rokok itu ke jendela. Oi, Kau tahu, Kau bisa dipenjara bila membuang puntung rokok sembarangan seperti tadi. Dia lalu berjalan kearah Kami. Benar-benar tidak peduli!
"Sudahlah Kalian jangan mengeong terus seperti anak kucing! Kalian ini laki-laki, jangan buat banyak alasan, cepatlah berkerja." Dia menarik-ku dan Arya keluar dari ruang kepala sekolah. Ha-ah.... Sepertinya masalahku bertambah lagi! Tuhan tolonglah hambamy ini….

[Bagian 2]
Sesampainya dikelas, aku mulai duduk dibangku kesayanganku. Di sampingku, Mela, sedang memandangku kesal.
"Kenapa mukamu seperti itu?"
"Kau cari tahu saja sendiri?"
Baiklah kalau begitu aku hiraukan saja Dia...
"Kenapa Kau diam saja?" Mela bertanya padaku.
"Memangnya kenapa kalau aku diam?"
"Tidak apa-apa."
"Kalau begitu aku diam saja." sambil mengalihkan pandanganku.
"Haa.... Sudahlah, apa Kau masih ingat janjimu tadi pagi?"
"Janji apa?"
"Kau lupa?"
"Tentu saja." sambil tersenyum.
Dia mendesah sesaat namun kemudian mulai berbicara kembali.
"Kau kan janji untuk membantuku menyelesaikan masalah Keisha."
Haah... Apakau itu dewa. Aku ingin mengatakan itu dengan dingin padanya, tapi tidak usah, karena melelahkan sekali.
"Kalau begitu aku bantu dengan do'a."
Dia terlihat kesal padaku. Tapi saat Dia kesal seperti itu, Dia makin terlihat manis. Aku bercanda~.
<skip>
"A-apa-apaan itu? Aku tidak mau tahu pokoknya kamu harus membantuku sepenuh hati, jangan berdoa doang!"
"Ya, ya..."
Ah, Aku baru saja mendapatkan sebuah ide!
"Hey, Mela..."
"Melani!"
"Ya, terserah. Aku ada ide bagaimana cara menyelesaikan masalah Keisha."
"Benarkah apa itu?!" Dia terlihat antusias.
"Sebenarnya sih, bukan tentang menyelesaikan masalah, tapi ini hanya untuk membuanya sedikit bersenang-senang."
"Hah, Kau bisa serius sedikit tidak? Tujuan Kita ‘kan untuk membantu masalah Keisha, kenapa jadi main-main seperti itu!"
"Ehh, Kau tidak mengerti, hanya dengan membuatnya bahagia kita sedikitnya bisa mengurangi masalahnya, ‘kan?"
"Hah, aku tidak mengerti dengan yang Kau katakan."
"Tidak apa-apa, yang penting Kau ikuti saja yang kukatakan semua pasti beres."
"Tunggu, kenapa Kau berani-beraninya menyuruhku seperti itu? Memang siapa pemimpinya disini?"
"Itu tidak perlu kita pikirkan dulu, yang harus kita pikirkan adalah bagaimana membuat Keisha bahagia, bukan begitu?"
"Benar juga katamu tadi." Dia terlihat mengangguk. "terus apa rencanamu itu?"
Aku menjelaskan padanya tentang rencanaku untuk membuat Keisha bahagia itu, tapi sebenarnya aku hanya ingin membuat Keisha sibuk saja seperti yang Kepala sekolah kecil itu instruksikan. Sebenarnya aku hanya akan menyerahkan tugas ini pada Mela, jadi aku tidak perlu melakukan misi bodoh ini, benar ‘kan?
"Baiklah kalau begitu. Kapan mulainya?" Mela bertanya padaku kapan rencanaku tadi dimulai.
"Hari ini..."
"Hah?!" Reaksinya sama sepertiku tadi saat diruang kepala sekolah. "hari ini? Kenapa mendadak?"
"Karena hari ini Keisha libur kerja."
"Eh?! Kenapa Kau bisa tahu?" Dia terlihat bingung.
"Hmm... Eh... Itu..." Bagaimana aku harus menjawab pertanyaan-nya, yah? Aku berbohong saja, lah! "Keisha yang bilang padaku..."
"Hah, aku tidak menyangka kalau hubunganmu bisa sedekat itu dengan Keisha? Tapi sudahlah aku setuju saja, lah, agar cepat selesai."
Jangan salah paham, Mela! Aku ingin sekali berkata seperti itu, tapi sepertinya tak perlu. Lagian ini bukan cerita komedi romantis, tapi ini adalah cerita tragedi yang tragis. Seorang anak laki-laki yang terkurung dalam ruangan dengan para Gadis bermasalah dan seorang laki-laki berpakaian perempuan. Mungkin bagian yang paling menakutkan adalah orang terakhir kusebut tadi.
<skip>
Tolong hiraukan saja narasi yang tak bermutu tadi. Kita kembali lanjutkan…
"Kalau begitu aku tunggu di gerbang sepulang sekolah!"
“Eh, buat apa kau menungguku?”
“Tentu saja, kita ‘kan pergi bersama….”
“Memang siapa juga yang akan ikut.”
“Heeh…, Kau ini bagaimana? Kau yang mengajaku, jadi Kau juga harus ikut.”
“Tidak mau!” Tak peduli.
“Apa, Alien… aku tidak bisa mendengarmu?”
Heeh…, kenapa kau menunjukan kepalan tanganmu itu padaku? Dan kenapa kau terlihat seperti seorang psikopat seperti itu?! Sial…, dia membuatku terpojok lagi!!!
“Baiklah, aku menyerah….”
Dia tersenyum dan lalu mengalihkan perhatianya pada guru yang baru saja datang. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, dia sangat manis kalau sedang tersenyum seperti tadi! Tapi aku juga sudah katakan sebelumnya, aku hanya bercanda, tidak sungguhan.
Aku berharap nanti sepulang sekolah rencanaku akan berjalan dengan baik. Bukanya aku ingin membuat misi ini berhasil, tapi hanya ingin cepat berakhir saja. Aku sudah malas, aku ingin secepatnya bersantai dirumah nonton tv dan memakan cemilan sepuasnya.


Kamis, 03 Juli 2014

Bab 7 - Arya Angkara Putra


[Bagian 1]
Pertanyaan Yoga :
Apa aku harus pergi kesekolah hari ini?

Ria             : Tentu saja! Karena sekolah itu penting, lho, Yoga!
Yoga         : Ria, jangan marah padaku.

Maya         : Kalau kau tidak pergi kesekolah, akan kubunuh Kau!
Yoga         : Maafkan aku, Maya!

Melani       : Lihat saja kalau Kau tidak masuk hari ini!
Yoga         : Kenapa semuanya memarahiku?! Emang pertanyaanku salah, apa!?

Pada hari senin, dua hari setelah karaoke semalam suntuk waktu itu, aku berjalan bersama Mela menuju kesekolah. Bukannya aku mau buat pergi kesekolah denganya, tapi ini karena aku disuruh oleh Bu Nuri tetanggaku yang sekarang tinggal bersama Mela. Ah, sial, si dada besar itu menyusahkanku saja….
Aku berjalan menyusuri jalan gang rumahku bersama dengan Mela, dia terlihat sangat kesal, mungkin dia juga terpaksa melakukan ini. Disorot matanya aku dapat melihat dia tengah berpikir, apa yang dia sedang pikirkan? Ah, sudahlah kenapa juga aku harus memikirkan-nya.
"Hey, Yo-yoga..."
"Ya?"
Aku membalas panggilanya tadi dengan senyum manis yang menjijikan.
"Ke-kenapa wajahmu sok manis seperti itu?"
Dia terkejut...
"Habisnya Kau tadi menyebut namaku dengan benar, bukan ‘Alien’ la—UGH!!"
"Berisik, Bodoh!"
“Kenapa Kau memukulku, huh!?”
“……”
Dia mengabaikanku!!!
<skip>

Senin, 30 Juni 2014

Bab 6 - Karaoke Yang Madesu


[Bagian 1]
Pertanyaan Yoga :
Makanan apa yang harus kubeli yah?

Marina    : Apa saja boleh, yang penting enak dan bergizi.
Yoga      : Bisa lebih spesifik lagi, Marina?

Gina       : Mungkin yang mengandung 5 sehat 4 sempurna.
Yoga      : Gina, apa kau tak salah bicara?

Keisha    : …Nasi.
Yoga      : Aku tahu kalau ada beberapa orang yang menganggap nasi adalah side dish, tapi aku akan terlalu banyak menumpuk karbonhidrat kalau aku hanya makan dengan nasi saja…

Saat diperjalanan pulang, aku sempat membeli makanan bungkus untuk makan malam. Entah kenapa hari ini aku membeli dua bungkus makanan, padahal aku tidak benar-benar lapar. Tak apalah, aku simpan saja buat besok, atau aku berikan saja pada anjing tetangga.
Saat sedang berjalan pulang, aku melihat dari jauh sesosok yang ku kenal. Seorang gadis berambut pendek dengan syal hijau terkalung dilehernya. Itu adalah Mela, dia seperti sedang kebingungan.
Aku lalu mendekatinya…
"Hey, apa yang Kau lakukan disini?"